Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Saya Menyesal menjadi Santri

Pada hari ini, beberapa orang memanggil hari ini sebagai hari lahir.  Tepat, 22 Oktober. Ya! 22  Ok-to-ber .  Hari Santri , begitu katanya.  Di hari yang berjuta-juta orang tengah menunggu; menantikan; merindukan; mendambakan; atau kata lain yang dapat kalian gunakan sebagai wujud pengharapan agar hari ini datang, saya mengakui bahwa saya  menyesal  menjadi santri. Pada hari pertama kakiku menapak di pesantren, mataku melihat sepasang mata yang paling berharga di dunia ini menitikkan air matanya. Ibu. Ada peluh di bawah matanya; ada kekhawatiran yang ku baca. Barangkali Ibu ragu apakah aku bisa hidup mandiri dengan baik meski umurku sudah genap lima belas tahun. Pada senja di pojok jemuran dengan sarung juga jilbab yang berterbangan khas jemuran pesantren, aku seringkali terdiam dan melamun. Bukan karena aku tengah kesurupan melainkan, perihal problem-problem di pesantren yang rupanya tak semudah aku bayangkan untuk dihadapi. (Juga) pada hari-hari liburan pesantren. S

Haruskah Santri Lahir dari Pesantren?

Hal kedua yang harus digaris bawahi sebelum kalian terfokus pada kalimat terakhir tulisan ini adalah bahwa kalian harus tahu terlebih dahulu, meskipun topik yang dibahas di dalam tulisan ini perihal santri tetapi penulis hanya sekadar pribadi yang hidup dan dekat dengan para santri. Jadi, bolehkah saya untuk tetap menulis? Tidak apa ya. Sedikit bertanya dalam benak, “Santri nusantara. Haruskan menjadi santri adalah pemilik tubuh yang seutuhnya masuk dan keluar pondok pesantren dengan sarung yang terus update atau dengan kitab kuning yang tak pernah lepas dikandung badan ?” Ku jawab “barangkali sudah tidak”.   Saat ini santri sudah dapat beradaptasi dengan cepat atas segala tuntutan jaman yang terus maju. Salah satu istilah yang sudah tidak asing di telinga kita adalah “santripreuner” yang fokus pengembangannya adalah dunia bisnis. Pengembangan santripreneur ini sudah mulai diterapkan di lingkungan pondok pesantren. Meskipun saat berbicara perihal santri, beberapa orang kerap men

Budak Cinta

Gambar
Perbucinan duniawi masih menempati posisi teratas dikalangan mahasiswa, contoh kecilnya adalah; mahasiswa lebih memilih menghabiskan waktu dimalam minggunya dengan jalan-jalan, ngopi di Kafe, meletakkan beberapa warna tawa dengan pasangannya dibandingkan dengan nongkrong di warung kopi bersama teman-teman tongkrongannya. Barangkali.. Tuhan menciptakan kopi, agar mereka; yang tidak memiliki pasangan tak terlalu merasa kesepian dimalam minggu. Hal tersebut sangatlah lumrah, pun aku juga tidak bisa menafikan itu. Kamis, 19 September 2019, tepat selesai sholat maghrib. Awal mula aku memberanikan diri untuk menyapanya lewat whattsapp, mengetik salam sambil memikirkan topik apa yang akan aku bahas untuk mengajaknya bertemu supaya bisa berlama-lama mengobrol dengannya disatu beranda meja yang sama.   Tanpa kusadari detak jantung kian berdegub lebih kencang saat ada pesan masuk yang tidak lain adalah jawaban salam darinya. Arasywati, itu adalah akhiran dari nama panjangnya, perempuan

Aku (Bukan) Orang Baik

Aku orang baik Dengan segala cela bibirku Aku orang baik Melekat berjajar fitnah di bajuku Aku orang baik Hinggap pasti kebohongan di pundakku Aku orang baik Yang merana diterpa suka Yang suka diterpa duka Aku orang baik Dengan kalimat-kalimat yang menjuntai Melingkarkan diri dalam jaras puisi Aku orang baik Dengan segala luka yang menganga Dengan segala diam yang membara Aku orang baik Yang sadar dengan salah tercatat Perihal aku yang orang baik, katanya (Senjaku Tak Bernama, 2018)

Apakah Kau Begitu Mencintaiku?

Gambar
Syee Nee, 2109

Maret, 2016

Air mataku membisu, melihat hujan ikut meramaikan pedihnya bumi saaat ini. Dari lapangan sebrang yang terhitung jauh dari pesantren, kakiku terus melawan lemas yang singgah untuk tetap berlari. Tidak peduli hujan membanjiri pelataran di depanku, kakiku terus saja berlari. Tidak peduli gemuruh petir menulikan telingaku, kakiku terus berlari. Tidak peduli otot-otot tubuhku kaku, kakiku terus melawan untuk berlari Sampai di depan pesantren, gaung tangisan sudah menggema begitu nyata. Ribuan santri menangis penuh air mata. Ribuan santri saling memeluk tanpa kata dengan Al-Qur’an yang sudah menempel erat di dada kanan mereka. Hari ini, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana ribuan santri benar-benar merasakan kehilangan yang amat dalam, ya! Tepat hari ini. Aku sampai di depan kamarku dengan baju olahraga yang masih penuh keringat. Tubuhku lemas dan begitu pening., seluruh pembuluh darahku kesemutan, dan air mataku sama sekali tidak mau berhenti menangis. Menangisi keper

5 Kisah Saya Tentang Jatuh Cinta

(Terinspirasi dari 25 Hal Tentang Cinta Saya – Brian Khrisna) 1/ Saya pernah mencintai seorang lelaki berandal. Jarang masuk kelas, nilainya parah, bahkan penampilannya seperti anak jalanan. Orang-orang mencela ketika tau saya mencintainya, sedangkan saya mencela karena mereka tidak pernah mengerti betapa tangguhnya lelaki itu menghadapi kerasnya dunia. Mereka tidak pernah tau, lelaki berandal yang saya cintai mesti menjaga ibunya yang sakit serta menyekolahkan kedua adik perempuannya seorang diri. 2/ Saya pernah mencintai seseorang yang bahkan tidak pernah mencintai saya. Saya selalu menunggu saat dimana dia mungkin akan mencintai saya, meski nyatanya saat itu tidak pernah benar-benar ada. Saya bahkan dengan sabar menatap senang dari kejauhan saat tau dia telah memilih orang lain sebagai kekasihnya. Lucunya, betapapun saya tahu akan terluka, saya tetap mencintainya. 3/ Saya pernah mencintai senior saat SMA. Sosok sabar yang bahkan tidak pernah sekalipun membentak

Pewaris Ar-rahim

Hai ibu,  entah sebutan dan kado apa yang pantas untukmu Tapi, kau sungguh ciptaan Allah yang sangat luar biasa Kau pewaris asli nama-Nya Aku pernah berpikir bahwa kau begitu protektif padaku Tapi, itu semua karena kau tak ingin anakmu terluka Aku pernah berpikir bahwa kau begitu cerewet padaku Tapi, itu karena kau ingin memberi pelajaran dan pengetahuan padaku lewat pesanmu Aku pernah berpikir bahwa kau sangat ingin tahu semua urusanku Tapi, itu karena kau tak ingin anakmu salah dalam langkahnya Aku pernah berpikir bahwa kau begitu jahat padaku Tapi, itu bentuk kasih sayang mu pada anak mu yang kadang kita salah artikan. Aku selalu berusaha tetap tenang setiap kau memarahi ataupun memberi nasehat dengan caramu Namun, maafkan aku yang terkadang memberimu respon buruk akan itu.  Sungguh, aku menyesal untuk hal itu Tapi aku tahu, maafmu tak pernah habis Senyum mu tak pernah terkikis Kasih sayangmu yang manis terus mengalir bagai air mata