Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Oleh: Selvi Nur Hamidah
![]() |
Sumber: Pexels |
Konsumsi atau pengeluaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan merupakan salah satu indikator kesejahteraan. Proporsi pengeluaran rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ini sangat bervariasi dan sering kali berkaitan dengan tingkat kebahagiaan rumah tangga. Oleh karena itu, kebiasaan konsumsi masyarakat sangat berbeda.
Pola konsumsi masyarakat perkotaan dapat bervariasi tergantung pada faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Namun, masyarakat perkotaan cenderung lebih banyak menghabiskan pendapatannya untuk konsumsi non-makanan. Memang benar bahwa krisis moneter pada tahun 2007-2010 menyebabkan peningkatan belanja di sektor makanan dan penurunan belanja di sektor non-makanan. Selanjutnya, membaiknya kondisi perekonomian antara tahun 2012 hingga 2014 menyebabkan penurunan konsumsi di sektor makanan dan peningkatan di sektor non-makanan.
Saat ini, aktivitas konsumtif yang di lakukan oleh masyarakat perkotaan tidak hanya didorong oleh adanya kebutuhan fungsional terhadap barang-barang tersebut. Namun, hal itu,juga datang dari keinginan yang sifatnya untuk menjaga gengsi. Memang semakin banyaknya produk baru yang di tawarkan oleh media cetak maupun elektronik mendorong masyarakat untuk mencoba atau membeli produk tersebut meskipun tidak mutlak di perlukan.
Frekuensi pembelian lebih banyak terjadi pada masyarakat perkotaan bandingkan dengan masyarkat pedesaan. Hal ini di sebabkan akses yang lebih mudah ke pasar atau supermarket. Pada saat yang sama, di pedesaan, belanja mungkin lebih jarang dan aksesnya mungkin tidak semudah di perkotaan. Jika di lihat dari faktor budaya, masyarakat perkotaan cenderung lebih terbuka terhadap pengaruh global. Hal ini di buktikan dengan banyaknya tempat menyantap makanan asing yang menjadi mode konsumsi masyarakat perkotaan.
Kehidupan perkotaan yang serba cepat dan praktis juga mendorong gaya hidup masyarakat yang lebih berorientasi pada konsumsi dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Misalnya saja dapat menambah jumlah sampah atau pun merusak ekosistem akibat praktik produksi yang tidak bertanggung jawab. Terdapat beberapa ciri umum pola konsumsi masyarakat perkotaan yang berdampak negatif bagi lingkungan sekitar.
Beberapa ciri umum pola konsumsi masyarakat perkotaan. Seperti makanan cepat saji dan belanja ritel. Masyarakat perkotaan cenderung lebih mengandalkan makanan cepat saji dan restoran dibandingkan masakan rumahan. Kemudian berbelanja barang konsumsi seperti pakaian, elektronik dan peralatan rumah tangga lebih sering terjadi di pusat perbelanjaan.
Pola konsumsi yang seperti ini dapat menimbulkan sampah dan penumpukan sampah. Konsumsi produk sekali pakai dan pembuangan limbah elektronik menyebabkan penumpukan limbah padat yang mencemari tanah air serta membutuhkan tempat pembuangan sampah. Penggunaan pembungkus makanan seperti plastik sekali pakai yang tidak bisa didaur ulang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran plastik di lautan dan daratan serta mengancam kehidupan laut dan ekosistem darat.
Hobi dan gaya hidup juga menjadi ciri umum dalam pola konsumsi masyarakat. Aktivitas rekreasi seperti menonton film, konser, dan berbagai kegiatan hobi yang seringkali menjadi bagian dari pola konsumsi masyarakat perkotaan. Apalagi pada remaja yang mudah terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Keinginan dan keingintahuan mereka yang besar mendorong mereka untuk mencoba hal-hal baru dan Lifestyle menjadi hal penting bagi mereka.
Mobilitas berbasis aplikasi transportasi pribadi dan layanan transportasi seperti ojek online biasa digunakan untuk mobilitas di perkotaan. ketersediaan layanan transportasi membuat masyarakat perkotaan cenderung malas untuk berjalan kaki dan lebih memilih untuk menggunakan layanan ojek online. Sehingga layanan mobilitas menjadi pola konsumsi yang paling banyak digunakan di masyarakat perkotaan.
Pola konsumsi seperti ini kemudian memberikan dampak yang sangat negatif terhadap lingkungan. Tingginya konsumsi transportasi dan konsumsi fosil yang tinggi dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca. Hal ini dapat menyebabkan perubahan iklim, seperti pemanasan global, cuaca ekstrim, kelangkaan air, dan kerusakan lingkungan. Selain itu penggunaan alat tranportasi yang berlebihan juga dapat menyebabkan polusi udara seperti yang telah terjadi di sebagian besar kota-kota besar. Hal ini disebabkan pola konsumsi mobilitas yang mudah sehingga menjadikan masyarakat perkotaan bergantung pada layanan mobilitas kapan pun, di mana pun, berapa pun jarak yang di tempuh.
Penggunaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berkelanjutan menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam, seperti hutan, air, dan mineral. Hal ini dapat mengakibatkan deforestasi, kelangkaan air, dan kerusakan lingkungan. Untuk mengurangi dampak negatif ini, penting untuk menerapkan pola konsumsi yang berkelanjutan, seperti mengurangi limbah, menggunakan energi yang terbarukan, dan mendukung produk ramah lingkungan.
Komentar
Posting Komentar