Tujuh Hari untuk Keisha


Resensi Novel "Tujuh Hari untuk Keisha" 

Oleh: Eunoiya


Judul               : Tujuh Hari untuk Keisha

Penulis             : Inggrid Sonya

Tahun terbit    : 2019

Penerbit           : PT. Elex Media Komputindo

Tebal buku      : 448 Halaman

 

Berdasarkan salah satu wawancara dengan penulis dikatakan bahwa novel Tujuh Hari untuk Keisha ini lahir karena penulis ingin menyampaikan kata-kata yang gagal ia sampaikan kepada ayahnya, bahkan ada beberapa adegan dalam novel yang merupakan kisah nyata penulis. Novel karangan Inggrid Sonya ini sangat emosional dan menguras air mata pembaca karena membahas hubungan antara seorang anak dan orang tuanya terutama dengan sosok ayah yang tentunya dengan membaca novel ini akan membangkitkan kenangan kita tentang sosok ayah dalam kehidupan kita terlepas dari kenangan itu menyenangkan maupun tidak.

Buku ini menceritakan kehidupan Keisha, seorang gadis remaja 16 Tahun yang sejak kecil kurang mendapatkan perhatian, cinta, dan kasih sayang orang tuanya, bahkan sejak kecil Keisha tidak pernah tahu siapa ayahnya. Dari kecil, Keisha hanya dekat dengan neneknya, karena meskipun ia tinggal bersama ibunya ada sesuatu yang menjadi tembok penghalang antara keduanya.

Ibunya, Diana akan menikah lagi dengan seorang pengusaha kaya. Ayahnya pun tidak diketahui keberadaannya bahkan Keisha mengira ayahnya sudah meninggal dan ketika neneknya meninggal perlahan semua kehidupan Keisha berubah. Suatu ketika ibunya mengajak Keisha untuk tinggal di rumah suami barunya, namun Keisha menolak dan ingin tetap tinggal di rumah neneknya, namun Diana yang meskipun cuek terhadap Keisha tetap tidak bisa begitu saja meninggalkannya dan akhirnya membawa Keisha ke suatu tempat.

Keisha ini anak yang sangat kuat, dia hidup tanpa perhatian orang tuanya dan selalu dicibir anak haram oleh teman-temannya di sekolah, namun Keisha bahkan tidak pernah sekalipun mengeluh, dengan semua cobaan dan kesedihannya dia justru membantu mencari uang untuk biaya hidupnya dengan berjualan bolu di sekolah.

Saat neneknya meninggal, Diana (Ibu Keisha) mencari Sadewa (Ayah Keisha), dan menitipkan Keisha agar tinggal di rumah Sadewa. Sadewa yang belasan tahun sudah tidak pernah bertemu Diana, bahkan tidak tahu bahwa dia mempunyai anak dan Sadewa pun kaget dengan kehadiran Keisha di rumahnya. Sadewa tidak pernah tahu bahwa Keisha adalah anaknya begitu pun sebaliknya, karena dahulu, saat Sadewa mengetahui Diana hamil anaknya Sadewa langsung berniat untuk tanggung jawab, tetapi saat itu orang tua Diana berbohong dan mengatakan bahwa Diana sudah menggugurkan kandungannya dan menyuruh Sadewa untuk berhenti mengganggu Diana. Karena hal itulah Keisha merasa anak yang dibuang dan tidak diinginkan karena lahir dari hasil kecelakaan bahkan Sadewa sebagai ayahnya pun tidak pernah datang.

Maka dari itu, saat Keisha dititipkan Diana untuk tinggal di rumah Sadewa, Keisha benar-benar hancur dan merasa dibuang oleh ibunya sendiri dengan pria yang bahkan tidak ia kenal. Sadewa tidak pernah akur dengan Keisha dan Keisha terus menganggap bahwa Sadewa hanya orang asing begitu pun Sadewa ia masih tidak percaya bahwa Keisha adalah anaknya. Namun, seiring berjalannya waktu mereka mulai sadar dan saling menyayangi layaknya anak dan ayah.

Kesedihan mulai menghiasi hati pembaca ketika metromini yang dinaiki Keisha mengalami kecelakaan dan membuat Keisha meninggal. Sadewa sedih bukan main karena ia belum sempat membahagiakan Keisha anak satu-satunya itu, dan ia berharap ada keajaiban untuk bisa mengembalikan Keisha. Keajaiban itu datang, dan Sadewa menukarnya dengan nyawanya.

Saat tahu bahwa Sadewa rela menukarkan nyawanya untuk Keisha, di situlah bagian tersedih yang sangat menguras air mata. Terutama tentang keajaiban yang mengembalikan 7 hari Keisha sebelum kecelakaan. Sadewa memanfaatkan 7 hari itu untuk mencari Diana dan membahagiakan Keisha.

Sadewa menemukan Diana yang ternyata tidak bahagia dengan suami barunya. Sadewa berhasil menyadarkan Keisha bahwa Diana juga menyayanginya dan mereka sempat hidup bagai keluarga kecil yang bahagia. Hingga waktu Sadewa sudah habis dan ia harus menggantikan Keisha berada dalam metromini itu dan meninggalkan Diana juga Keisha untuk selama-lamanya.

Novel ini menyadarkan kita bahwa mengandalkan diri sendiri adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup dari segala sesuatu yang sering membuat kita kecewa, marah, sedih bahkan ketika sudah tidak ada lagi harapan. Pembawaan Sadewa yang santai dan menyebalkan membuat pembaca ikut merasakan kesedihan saat membaca Sadewa rela mati demi Keisha.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16