ZUL
ZUL
Gelap
masih mengekang penjara suci dengan hembusan angin malam. Keadaan tersebut
sangat tepat bagi insan untuk tetap terpejam dan mendengkur. Tapi tidak bagi
anak lelaki yang sudah 18 tahun menetap di penjara suci. Baginya waktu seperti
ini adalah waktuyang tepat untuk bertemu dengan Sang Tuhan, ia tau tak mungkin
akan bertatap muka langsung. Tetapi dengan keyakinan penuh ia percaya bahwa
hati bisa menjadi media untuk bertemu. Zul namanya, shalat tahajud yang rutin
ia kerjakan dan tak pernah terlewat sedikitpun sedang ia lakukan. Untuk kali
ini dalam seumur hidupnya Zul menangis dalam keheningan malam. Zul berdoa
kepada sang pencipta, bisakah untuk kali ini saja sang pencipta menunjukkan
siapa orangtua nya? bisakah kali ini saja sang pencipta memberi ia waktu untuk
merasakan kasih sayang orantuanya? jika bisa lewat mimpi pun tak apa. Tapi Zul
percaya itu semua tidak mungkin, maka dari itu Zul hanya bisa berdoa untuk
nanti di surga bisa bertemu. Setelah selesai melaksanakan shalat, Zul langsung bersiap
ke masjid untuk persiapan shalat shubuh.
Zul
memang ditugaskan oleh Pak Kyai untuk mengumandangkan adzan subuh, sedangkan
temannya ada yang ditugaskan membangunkan santri untuk shalat tahajud sehingga
sangat lumrah jika di sepertiga malam ini banyak suara yang teriak teriak
seperti di hutan. Tapi lucunya memang mereka dihutan, karena tempat Zul dan
santri lainnya atau lebih tepatnya pondok pesantren tempat Zul tinggal ini ditengah hutan. Sepanjang perjalanan menuju
masjid Zul banyak tersenyum kepada beberapa santri yang juga mengarah ke masjid
untuk menunaikan shalat shubuh.Setibanya di masjid Zul langsung bersiap untuk
mengumandangkan adzan. Bagaikan alam yang sudah hafal akan kebiasaan ini
seketika hening senyap. Angin pun berhembus malu di balik gelapnya langit
malam. Suara jangkrik yang biasa nya menemani bagaikan musik pun seketika
terhenti. Merdunya lantunan adzan menjadi mode pause untuk semesta
secara sementara. Selesai adzan dikumandangkan, Pak Kyai langsung memimpin
shalat jamaah shubuh.Para santri dan santriwati sangat menghayati lantunan
kalam ilahi yang dilafalkan Pak Kyai, bahkan mereka yang tau arti dan makna
mengapa diturunkan nya ayat tersebut tak kuasa menahan cairan bening.
Kegiatan
shalat shubuh telah terlaksana dan dilanjut kegiatan lainnya. Dan kebetulan
hari ini adalah hari Minggu, dimana kegiatan belajar mengajar libur digantikan
dengan kegiatan ro’an (piket bersih bersih), ekstrakulikuler, mencuci
baju, dan masih banyak lagi. Ya Zul adalah salah satu santri yang sejak lahir
telah tinggal di pesanten ini, dia di didik langsung oleh sang kyai sehingga
wajar bila Zul dekat dengan keluarga Kyai terlebih bisa dibilang sudah dianggap
anak oleh sang Kyai. Dan sampai saat ini Zul belum mengetahui siapa
orangtuanya, Pak Kyai hanya berkata bahwa ia dulu ditinggal dengan keranjang
kayu didepan pintu rumah Pak Kyai. Oleh karena itu Zul selain menjadi santri di
pesantren ini, dia juga membantu mengajar ngaji untuk anak tingkat smp.Pada kesempatan
kali ini Zul telah rapih ro’an tiba-tiba dipanggil Pak Kyai.
“Mas
Zul, mas Zul” panggil Didi salah satu santri, sambil berlari.
“Iya
ada apa Di? Kok kamu lari lari gini” ucapku.
“ Ini
mas, Pak Kyai manggil mas Zul disuruh ke pendopo” ucapnya.
“Baik
Di kebetulan aku sudah rapi ro’an nya, terimakasih ya Di” ucapku.
“ Iya
mas” ucapnya.
Aku
yang langsung pergi ke pendopo sambil berfikir, ada apa Pak Kyai tiba tiba
memanggilku kerumah nya, ya pendopo adalah istilah untuk rumah Pak Kyai dan
keluarganya. Oh ya Pak Kyai ini memiliki 3 orang anak yang pertama Gus Ramzy
yang sudah menikah dan anak kedua nya adalah Gus Nazim, dimana ia masih
menempuh pendidikannya di negeri Irak dan anak terakhirnya adalah Ning Ulfah,
yang dimana ia seumuran dengan Ning Ulfah. Seketika Zul teringat dengan adik
kecilnya, ya dulu pasa masih anak anak Zul dan Ning Ulfah selalu bermain
bersama dan Zul selalu melindungi Ning Ulfah dari kejailan teman
temannya.Sampai tiba Ning Ulfah harus dikirim ke Pesatren ternama di daerah
Jawa Timur untuk melanjutkan pendidikan nya. Zul berfikir apa kabar sekarang
adik lugu nya itu. Dan tibalah Zul di pendopo.
“Assalamualaikum,”
ucapku.
“waalaikumsalam,
zul masuk lah abah telah menunggumu di dalam” ucap Mas Ramzy.
Lalu
aku beranjak ke dalam dan benar saja sudah ada Pak Kyai, Ibu Nyai, Ning Rafidah
istinya Gus Ramzy, dan anaknya Gus Ramzy.
“assalamualaikum”
ucapku.
“waalaikumussalam”
ucap mereka yang ada disana.
Aku
pun duduk di samping mas Ramzy yang sudah masuk ke dalam. Kira kira apa yang ingin
Pak Kyai sampaikan kepadaku, mengapa semua anggota keluarga pada berkumpul
apakah ada hal yang sangat penting.
“Zul
maaf abah telah menggangu waktu senggangmu” ucap Pak Kyai
“Tidak apa apa bah, Zul tidak terganggu kok, tapi sebelumnya maaf
bah, apa yang harus Zul lakukan ya sampai di panggil kesini, biasa nya kan Gus
Ramzy yang menyampaikan pesan, kalau abah sudah memanggil kesini berati ada hal
yang penting” ucap ku.
“Iya Zul abah memanggilmu kesini karena ada yang abah ingin
bicarakan, kamu disini telah tinggal bertahun lamanya. Dan abah liat kamu
memiliki potensi yang luar biasa Zul, kamu sudah khatam 30 juz, baca kitab mu
juga bagus, tidak kah kamu ingin belajar lebih di luar sana Zul. Abah rasa
sangat sayang jika kamu tidak melanjutkan pendidikan mu Zul” ucap Pak Kyai.
“Bah maaf sebelumnya Zul pernah bilang ke abah bahwa Zul haya ingin
tetap di pesntren ini bah, toh belajar dengan abah sudah lebih dari cukup, abah
juga termasuk salah satu Kyai yang sudah mahsyur, terkenal akan kearifannya.
Dan satu lagi kan sudah ada Mas Nazim bah yang melanjutkan pendidikan nya
diluar sana, sehingga Zul bisa belajar saat nanti Mas Nazim pulang. Zul tidak
sempat hati untuk meninggalkan Abah, Ibu, dan pesantren ini” ucapku.
Ya
aku memang sudah pernah membahas masalah ini kepada Pak Kyai, bahwa aku tidak
akan meninggalkan pesantren ini. Toh aku sendiri tidak tahu untuk siapa
nantinya keberhasilanku selain Pak Kyai dan keluarga, tidak ada orantua yang
bisa aku bahagiakan. Walau masih ada Pak Kyai dan keluarga tetap saja mereka bukan
kelurga kandung sehingga hanya akan memberi sebuah kebanggan yang sementara.
“Baiklah, jika kamu tetap bersikukuh akan pemikiranmu, tetapi
sekali lagi maaf kan aku Zul, maaaf kan aku” ucap Pak Kyai sambil menangis
“Tidak apa apa bah, sudah abah tidak punya salah, justru aku yang
minta maaf” ucap ku sambil heran mengapa setiap membahas ini Pak Kyai selalu
menagis seakan punya kesalahan yang besar.
Beberapa akhir ini Pak Kyai selalu
mengucap maaf kepadaku, entah akupun binggung mengapa beliau selalu berkata
demikian, sedangkan aku tanya Pak Kyai hanya berkata belum tepat waktunya.Aku
hanya bisa menunggu sampai tepat pada waktunya. Dan seminggu kemudian Pak Kyai
menyuruh ku untuk menjemput Ning Ulfah di stasiun dan pada hari yang sama mas
Ramzy juga ke bandara untuk menjemput Mas Namzi. Ya kedua anak Pak Kyai telah
menyelesaikan pendidikannya. Dan aku ya aku tentu sudah lulus juga sama seperti
Ning Ulfah oleh karena itu aku disuruh menjemputnya. Namun, aku binggung
mengapa Pak Kyai yang menyuruhku untuk menjemput Ulfah, padahal masih ada Mas
Ramzi yang semahram. Tapi yasudah masih ada Mba Rafidah dan anaknya yang
menemani ku. Sepanjang perjalanan Dek Aira anaknya Mba Rafidah berceloteh
gembira dari membaca Surah An-Naba, sampai bercerita tentang nabi Muhammad.
Memang Pak Kyai sangat beruntung memilki menantu seperti Ning Rafidah yang
sangat bagus akhlaknya, sehingga anaknyapun dididik dengan baik.
Setibanya di stasiun tiba tiba mba
Rafidah menitipkan Aira kepadaku karena katanya ingin ke toilet.
“Zul
ini mba titip Aira ya, mau ke toilet” ucapnya.
“Oh
iya mba, tapi ini Ulfah dimana nya ya?”tanyaku.
“Ini dia dipintu gerbang timur katanya kamu duluan aja ya soalnya
dia bilang sudah menggu disana sekitar 15 menit” ucapnya.
“Baik mba”ucap ku yang langsung menggendong Aira dan menuju pintu
gerbang timur.
Dan
setibanya disana “ Raraaaaaaa” panggil seorang gadis.
“Mba
Uulllllllllllllllllllllll” teriak Aira dan langsung ingin turun.
Ya
gadis itu adalah Ulfah, si kecil lugu. Tentu sekarang dia telah berubah menjadi
gadis yang cantik dan anggun. Aku yang melihat sampai terpana karena
keanggunannya. Dan tiba tiba,
“Hei Zuul, Zul kok melamun liatin siapa si?? Hayo kamu pangling ya
liatin aku?” ucap Ulfah.
“Eh apa si Ul kamu kok geer ya. Udah sini barang mu tak bawain, oh
ya Ul aku pangling kok sama kamu karena kamu tetep aja kaya anak kecil yang
lugu hehehe” ucapku.
“Yeh apa sih Zul awas saja kamu, nanti aku laporin abah” ucapnya
sambil merengut.
“Yah
main nya tetap ngaduan ya, maaf Ul aku hanya bercanda” ucapku.
“Yasudah yuk langsung aja ke parkiran mba Rafidah tadi ke sms aku
sudah nunggu di parkiran”ucapnya.
“Baiklah”
ucapku sambil menarik koper Ulfah.
Selama perjalanan ke pesantren
sangat hening, ya Aira tertidur pulas dan Ulfah pun ikut ikutan tertidur,
mungkin dia lelah selama perjalanan. Mba Rafidah sendiri juga hanya diam sambil
mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran dari radio mobil. Jarak yang di tempuh
untuk menuju pesantren lumayan jauh karena memang letak pesantren yang jauh
dari ingar bingar kota. Setelah 2 jam 30 menit sampai lah mereka di pesantren
tercinta. Dan ternyata mas Nazim telah sampai sekitar 5 menit yang lalu.
Kelurga Pak Kyai pun tiba tiba saja ramai, sama seperti dulu saat semua kelurga
berkumpul. Zul yang tadi sudah sampai langsung pamit ke asrama untuk bersiap
siap menlajutkan aktivitas yang harus dijalankan.
Waktu
telah memasuki magrib sehingga Zul langsung menuju masjid untuk bershalawat
sambil menunggu waktu adzan.Dan kali ini yang mengumandangkan adzan adalah mas
Nazim.Kemudian seperti biasanya Pak Kyai kembali menjadi imam sholat magrib
dengan bacaan kalam illahi yang menggetarkan hati.
Tak terasa sudah sekitar 1 bulan
semenjak kedatangan anak anak Pak Kyai pondok semakin ramai oleh santri dan
semakin hidup, ya disini aku sudah menjadi pengajar resmi bersama mas Nazim,
Ulfah juga menjadi salah satu Ustadzah di pesantren ini. Dan semenjak itu pula
Pak Kyai selalu berusaha menjodohkan aku dengan Ulfah, karena ternyata tanpa
sepengetahuan Ulfah, Pak Kyai bercerita bahwa Ulfah sendiri yang meminta untuk
dijodohkan. Aku yang selalu di jodoh jodohkan hanya merespon kecil tapi sunggu
aku memang tidak berniat.Namun, kerena tingkah ku timbul lah salah tafsir yang
ditangkap Ulfah.Dan sejujurnya aku telah menyukai salah satu ustadzah yang dia
dulu juga mondok dipesantren ini, namun gadis itu tidak tahu bahwa aku
menyukainya. Dan aku tidak terlalu memikirkannya karena masih ada tanggung
jawab yang harus aku kerjakan di pesanatren ini. Tentang Ulfah sendiri aku
hanya menggapnya sebagai adik kecilku tidak lebih. Tetapi sekali lagi dia telah
salah menafsirkan sikapku padanya.Dan terlebih ada satu hal yang pada akhirnya
membuat ku tetapi tidak mau menikahi Ulfah dan meninggalkan pesantren ini untuk
selama lamanya.
“Zul tolong kamu ke rumah untuk ambil berkah santri kelas Umar ya,
disitu ada data lomba untuk mereka soalnya” ucap Mas Nazim kepadaku.
“Siap
mas tapi dimana nya ya?’tanya ku.
“Oh itu ada diruangan abah, nanti kamu tanya abah aja” ucapnya.
Aku
pun langsung bergegas ke pendopo untuk menemui Pak Kyai. Setibanya disana
tumben sekali hawa rumah nya berbeda.Tidak seperti biasanya. Dan pintu hanya
terbuka dan tidak ada yang menjawab salamku, akhirnya aku langsung saja masuk
menuju ruang keluarga. Dan saat itulah aku mengetahui apa yang selama ini Pak Kyai
sesalkan.
“Bu, bagimana ini, mengapa semakin hari abah merasa sangat
bersalah, lihat lah Ulfah sangat ingin menikahi Zul, dan aku pun juga ingin
mejadikan nya Menantu. Walau dia bukan keturunan yang agamis, tapi lihat dia
memilki jiwa yang agamis bu” tangis Pak Kyai
“Sudah lah bah, supaya rasa sesal abah hilang sudah saatnya Zul
mengetahui yang sebenarnya. Ibu pun tak tega melihatnya selalu nelangsa karena
tidak pernah tau orangtunya, dan haruslah dari dulu abah berkata yang
sejujurnya, ibu takut dia akan menimbulkan rasa benci pada kita” ucap Bu Nyai.
“Ya bu abah menyesal sekali, tidak menceritakan yang sebenarnya,
bahwa orang tua Zul meninggal karena abah,” ucap Pak Kyai.
Dan
tiba-tiba aku yang mendengar langsung kaget dan menangis, Pak Kyai dan Bu Nyai
pun kaget melihat ku dan berusaha untuk megejarku.
Ya
aku sangat benci, benci bukan karena Pak Kyai yang mebunuh mungkin itu nanti
aka nada alasan, namun yang mebuatku benci mengapa Pak Kyai harus berbohong
dengan berkata tidak tahu siapa orantuanya. Zul sudah merasa bahwa Pak Kyai
adalah teladan yang baik, dan beliau sendiri pernah mengakatakan dalam kultum
subuhnya, bahwa kita sebagai umat
manusia tidak pernah dianjurkan berbohong, Allah sendiri memperjelas itu dalam
kalam ilahi. Katakan walau itu pahit. Tetapi Pak Kyai sendiri tidak menjalankan
nasihat yang ia berikan.
Setelah
Zul tau semuanya, dimana dulu saat Pak Kyai muda di kampungnya memang ada
seorang Perewa yang terkenal dan itu adalah ayahnya Zul. Ayahnya Zul saat itu
ingin membakar pondo pesantren yang dibangun oleh Pak Kyai, mengetahui hal
tersebut Pak Kyai tidak rela jika hal itu terjadi. Sehingga timbul lah perang
antar perewa dengan santri. Dan disitu Pak Kyai yang sedang bertarung dengan
ayah Zul menghunuskan tombak nya ke tubuh ayah Zul. Dan setelah meninggalnya
ayah Zul, sat itu ibunya yang baru melahirkan tidak kuat dengan kenyataannya.
Akhirnya menitipkan Zul dipondok pesantren ini dengan harapan bahwa Zul akan
menjadi anak yang sholeh dan berakhlak karimah, tidak seperti ayahnya yang
menjadi seorang Perewa. Zul akhirnya tetap memilih pergi untuk melupakan kisah
yang sebenarnya.Dan Zul ingin malalang dunia untuk menghabiskan hidunya
menikmati indah nya ilmu.Zul tidak mau menjadikan hatinya timbul benci jika
melihat Pak Kyai, untuk menghindarkan hal tersebut Zul izin pamit kepada Pak
Kyai dan keluarga. Dia sendiri menjelaskan pergi bukan berat membenci tetapi
dia pergi untuk membuka dunia baru yang akan membuat sekelilingnya bermanfaat.
Dan
akhirnya pergilah Zul dari pesantren tercinta untuk selama lamanya. Namun, tak
lupa ia membawa sang gadis pujaannya untuk mengarungi luas nya dunia. Ya
sebelum pergi dari pesantren Zul meminta
untuk dinikahkan dengan gadis yang sempat ia sukai diam diam, dan ternyata
gadis itu juga menyukai Zul. Husna namanya.
keinget pondok deh
BalasHapus