BUKU SAKU HIPERTENSI SEBAGAI MEDIA PREVENTIF KOMPLIKASI HIPERTENSI

Oleh: Inggrid Anggraini 

 Pada 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. [1] Hal ini merupakan peluang yang besar bagi Indonesia untuk bisa menjadi negara maju. Namun seiring meningkatnya jumlah penduduk dan proporsi usia produktif, maka meningkat pula tantangan-tantangan masalah kesehatan pada usia produktif. 

Berdasarkan data International Health Metrics Monitoring and Evaluation (IHME) tahun 2017 di Indonesia, penyebab kematian pada peringkat pertama disebabkan oleh stroke, diikuti dengan penyakit jantung iskemik, diabetes, tuberkulosa, sirosis, diare, PPOK, alzheimer, infeksi saluran napas bawah dan gangguan neonatal serta kecelakaan lalu lintas. [2] Kemudian proporsi penyakit berdasarkan umur pada kelompok usia lebih dari 5 tahun, proporsi terbesar beban penyakit disebabkan oleh kelompok penyakit tidak menular (PTM), dengan proporsi tertinggi pada kelompok usia 55-59 tahun. [3] Secara global PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti: penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung atau payah jantung, hipertensi dan stroke. [4] Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa saat ini tantangan masalah kesehatan terbesar secara umum dan masalah kesehatan pada kelompok usia produktif adalah penyakit tidak menular, terutama penyakit kardiovaskular, yang bisa diakibatkan sebagai komplikasi dari hipertensi. 

Bicara tentang hipertensi, Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia.[5] Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut Kementerian Kesehatan RI adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.[6] 

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. [2] Hipertensi ini merupakan salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal, diabetes, dan stroke.[2] Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian karena penyakit stroke. [4] Menurut WHO tingkat mortalitas dari penyakit kardiovaskular meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan darah. Tekanan darah lebih dari 155/95 mmHg dapat menyebabkan peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung 4 kali lebih besar dari tekanan darah normal, 8 kali lebih besar pada tekanan darah 175/105 mmHg, dan 16 kali lebih besar pada tekanan darah 195/115 mmHg.[7] 

Dengan semakin mengingkatnya angka kejadian hipertensi dan komplikasinya, maka pembiayaannya pun semakin menigkat. Data BPJS Kesehatan menunjukkan adanya peningkatan biaya kesehatan untuk penyakit jantung dari tahun ke tahun. Pada 2014 penyakit jantung menghabiskan dana BPJS Kesehatan Rp 4,4 triliun, kemudian meningkat menjadi 7,4 triliun pada 2016, dan masih terus meningkat pada 2018 sebesar menjadi Rp 9,3 triliun.[8] 

Prevalensi hipertensi di Indonesia sendiri sangat tinggi. Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%. Kemudian, kejadian hipertensi menurut kelompok usia tertentu pada kisaran kelompok usia produktif cukup bervariasi, namun semuanya tinggi, hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). [2] 

Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat.[2] Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%). [2] Padahal penderita hipertensi harus mendapatkan terapi yang sesuai agar hipertensi tidak berkembang menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengendalian hipertensi secara serius agar hipertensi tidak berkembang sampai menimbulkan komplikasi. 

Kemenkes RI tengah melakukan banyak upaya untuk menekan angka PTM dan penyakit lainnya, di antaranya dengan mencanangkan program GERMAS atau Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan slogan CERDIK. GERMAS merupakan sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat. Aksi GERMAS ini juga diikuti dengan memasyarakatkan perilaku hidup bersih sehat dan dukungan untuk program infrastruktur dengan basis masyarakat.[9] Kemudian CERDIK sendiri merupakan upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Perilaku CERDIK yang dapat menjadi panduan pola hidup sehat yaitu Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola stres. Selain itu, masyarakat diimbau melakukan pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan kolesterol rutin atau minimal sekali dalam setahun di Pobindu PTM/Fasilitas Pelayanan Kesehatan. [10] 

Upaya pemerintah ini tidak akan berjalan maksimal jika seluruh komponen bangsa tidak menerapkannya. Untuk itu diharapkan seluruh komponen bangsa dapat mnerapkan GERMAS dan CERDIK, berperilaku aktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, menghindari risiko penyebab terjadinya penyakit, dan menerapkan gaya hidup yang sehat, termasuk masyarakat. Upaya preventif dianggap sebagai upaya terbaik untuk mengatasi suatu permaslahan medis, sebab dengan prevensi maka sasaran yang dapat dijaugkau akan lebih besar, dapat mencegah memburuknya keadaan medis, dan dapat memakan biaya yang lebih sedikit. Meskipun hipertensi sendiri merupakan keadaan medis yang sudah harus mendapatan terapi kuratif, namun ada berbagai upaya preventif yang dapat dilakukan agar hipertensi tidak berkembang menjadi berbagai komplikasinya. 

Selain berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, upaya preventif berkembangnya hipertensi menjadi berbagai komplikasi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilakukan dengan menggunakan Buku Saku Hipertensi (BSH). Buku Saku Hipertensi merupakan sebuah buku kecil berukuran 14x10 cm yang praktis bisa dibawa kemanapun oleh pasien, yang berisi rekapan konsumsi obat antihipertensi, edukasi mengenai bahaya komplikasi hipertensi dan tandatandanya, serta edukasi mengenai pola hidup sehat yang dapat diterapkan oleh pasien.

Tujuan dari dibuatnya BSH ini adalah agar dapat memantau dan mengontrol pola konsumsi obat antihipertensi oleh pasien, dan memberikan edukasi kepada pasien agar lebih menyadari akan besarnya bahaya komplikasi hipertensi, yang mana kita ketahui sebelumnya bahwa banyak pasien hipertensi yang tidak minum obat dengan alasan pasien merasa sehat, kunjungan tidak teratur ke faskes, lupa minum obat, dan berbagai alasan lainnya. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dan tekanan darah yang terkontrol dapat dicapai. 

Meskipun teknologi telah berkembang pesat sehingga terdapat banyak pendekatan baru dalam manajemen hipertensi berbasis Atificial Intelligence atau kecerdasan buatan berupa aplikasi di smartphone, namun masih terdapat beberapa kekurangan yang dapat menurunkan efektiftas manajemen hipertensi, seperti populasi kelompok umur lansia yang menggunakan smartphone terbatas. Kemudian aplikasi pengukur tekanan darah yang ada di smartphone belum ada yang memperoleh persetujuan secara resmi dari lembaga terkait untuk digunakan sebagai alat diagnostik. American Heart Association menyatakan bahwa terdapat banyak kesalahan dengan aplikasi tekanan darah, sehingga hasil pengukurannya tidak akurat 4 dari 5 kali ketika aplikasi diuji. Selain itu, fitur aplikasi manajemen hipertensi saat ini sebatas alarm pengingat minum obat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Belum ada fitur dengan tujuan memantau dan mengontrol pola konsumsi obat antihipertensi bagi pasien, dan bukti keefektifan dari alarm pengingat untuk minum obat pun masih langka.[11] Oleh berbagai sebab tersebut, BSH dapat menjadi bagian dari alat manajemen hipertensi yang lebih efektif jika diterapkan dengan baik oleh pasien, dan mungkin bisa lebih efektif lagi jika pasien mengkombinasikan dengan penggunaan aplikasi alarm pengingat minum obat. 

BSH didesain sederhana namun menarik agar dapat menarik minat baca pasien. BHS memuat halaman yang berisi identitas pasien. Halaman selanjutnya memuat deskripsi tentang hipertensi dan bahayanya. Pasien diedukasi melalui BSH bahwa hipertensi sering kali tidak menimbulkan masalah hingga timbul komplikasinya. Kemudian halaman selanjutnya berisi deskripsi berbagai penyakit dengan tingkat mortalitas tinggi yang merupakan komplikasi dari hipertensi. Penyakit-penyakit tersebut di antaranya adalah stroke, penyakit jantung baik serangan jantung maupun gagal jantung, gagal ginjal, serta hipertensi emergensi. 

Dalam setiap pembahasan mengenai penyakit-penyakit komplikasi hipertensi tersebut juga dilengkapi dengan gambar yang bisa mendeskripsikan penyakitpenyakit tersebut. Dalam halaman yang memuat stroke, terdapat deskripsi mengenai gejala stroke menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat secara umum, yaitu senyum mencong, gerakan tangan & kaki lemah atau lumpuh, suara pelo, rasa baal di sesisi tubuh dan di sekitar mulut, penglihatan ganda atau hilang penglihatan tiba-tiba pada sebelah mata, keseimbangan terganggu dan kesadaran menurun atau tidak sadar, muntah, serta sakit kepala.[4] 

Pada halaman yang memuat penyakit jantung, terdapat deskripsi mengenai serangan jantung dan gagal jantung. Kemudian terdapat halaman yang menjelaskan mengenai gagal ginjal. 

Dan halaman yang memuat komplikasi terakhir yaitu hipertensi emergensi. Pada halaman ini dideskripsikan bahwa hipertensi emergensi adalah keadaan tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg yang membutuhkan penanganan medis dengan segera.[7] Tanda-tandanya atau red flag signs yaitu sakit kepala yang parah atau penurunan kesadaran, nyeri dada, pusing (dizziness), gangguan penglihatan, dan detak jantung yang meningkat.[7] 

Pada halaman selanjutnya terdapat edukasi hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah hipertensi berkembang menjadi berbagai komplikasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Pasien dianjurkan menerapkan pola hidup sehat dengan CERDIK sesuai dengan slogan yang digagas oleh Kemenkes RI dan meningkatkan kepatuhan minum obat. CERDIK adalah Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola stres. Penulis menambahkan rincian beberapa hal seperi “Cek kesehatan secara berkala: minimal 1 bulan sekali”; “Rajin beraktivitas: olahraga teratur selama 30-60 menit per hari, minimal 3 kali per minggu”; “Diet yang sehat dan seimbang: mengurang asupan garam, dianjurkan konsumsi garam ≤ 2 g per hari”. Rincian-rincian ini diambil dari Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular tahun 2015. 

Halaman selanjutnya memuat tabel rekapan pola konsumsi obat pasien. Pada halaman ini, pasien harus mengisi hipertensi derajat berapa yang didiagosis oleh dokter, sejak kapan terdiagnosis hipertensi dengan derajat tersebut, dan obat apa yang dikonsumsi. Berdasarkan Pedoman Tata Laksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular tahun 2015, terdapat paling banyak 3 kombinasi obat antihipertnesi sebagai tata laksana farmakologi hipertensi. Oleh sebab itu penulis mendesain 3 nomor daftar obat yang harus diisi, dan 3 kolom yang harus dicentang, namun dalam pengisiannya disesuaikan dengan berapa jenis obat yang harus dikonsumsi oleh pasien. Di sini terdapat 32 kolom besar dengan 3 kolom kecil pada setiap kolom besar. Setiap kolom besar menggambarkan tanggal mengkonkumsi obat, kecuali 1 kolom untuk catatan, dan kolom kecil menggambarkan jenis obat yang dikonsumsi. Jadi 1 tabel atau 32 kolom besar ini merupakan kolom rekapan untuk satu bulan konsumsi obat antihipertensi. 1 tabel ini membutuhkan 2 halaman, sehingga terdapat 24 halaman yang dibutuhkan untuk memuat 12 bulan rekapan.  

Buku Saku Hipertensi yang didesain praktis dan menarik, yang memuat tabel rekap pola konsumsi obat dan edukasi mengenai bahaya hipertensi dan komplikasinya, menjadi sebuah solusi yang membantu mencegah berkembangnya hipertensi menjadi berbagai komplikasi. Dengan adanya BHS, diharapkan pola konsumsi obat antihipertensi dapat dikontrol dan dipantau, sehingga kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dapat ditingkatkan dan tekanan darah yang terkontrol dapat dicapai. Selain itu, diharapkan juga pasien semakin sadar akan bahaya hipertensi, serta semakin sadar bahwa langkah prevensi adalah langkah terbaik dan langkah termudah yang bisa dilakukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16