DONGENG LELAKI BERSAMA TAKDIR Rembulan tersedu awan berkaca Udara membeku siapa merana Dalam tubuh rapuh dibawahi hujan Yang dingin, menusuk kenangan Sayup sayup malam datang Bersama angin yang tak banyak tingkah Mata yang terpana berdarah Sumber embun yang terkekang Suaramu pilu Terdengar deru Pada rombongan pawai hujan Detik detik lepas kurungan Tibalah tiba waktu tiada Tubuh itu rebah di udara Sebab tanah, luka menggenang ; tubuhku kaku mulai usang ~syeenee
Postingan
Menampilkan postingan dari Agustus, 2018
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Stasiun kereta peron 2 Ada yang duduk termangu, menunggu Telepon genggam bergetar Sebuah pesan, 'Aku menunggu kereta, ia belum tiba' Aku atau kamu? Haruskah kita diskusi tentang 'tunggu' Yang telah tiba akan terlihat menunggu Yang belum datang mungkin lebih menunggu - nunggu Jadi, kau tau? Bagiku, menunggu bukan sekedar tempat dan waktu -an
Mimpi Buruk
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
“Mimpi Buruk” Oleh: Ahmad Faizun Ni’am Siang itu hujan gerimis turun. Tak banyak yang mau berteduh di halte depan kampus, mungkin mereka lebih ingin bermesraan dengan rerintik hujan daripada berusaha kering namun pikirannya kacau. Memikirkan janji yang akan teringkari. Memikirkan teman yang mungkin sudah lama menunggu, dan sebagainya. Aku sebagian dari mereka yang kacau pikirannya. “haloo.. maaf ya sayang. Disini hujan, lumayan deras”, kataku. Aku mungkin berbohong, tapi ya sudahlah terlanjur. Aku mengaku salah. “oalah.. iya, aku tunggu kok. Aku juga barusan sampai.” Lembut, semakin membuatku bersalah telah berbohong padanya. Dia Rani, wanita yang tadi pagi aku ajak makan siang di café langgananku. Seorang yang lembut, agak tinggi dan rambutnya selalu wangi. Aku kenal Rani dari Herman, sepupuku di jurusan ekonomi saat diskusi ringan di bawah pohon taman kampus. Katanya, Rani ini primadona. Jadi sebuah kebanggaan jika mampu menjadi pacarnya. Saat ini, aku merasakan kebanggaan itu.