Mimpi Buruk

“Mimpi Buruk”
Oleh: Ahmad Faizun Ni’am
Siang itu hujan gerimis turun. Tak banyak yang mau berteduh di halte depan kampus, mungkin mereka lebih ingin bermesraan dengan rerintik hujan daripada berusaha kering namun pikirannya kacau. Memikirkan janji yang akan teringkari. Memikirkan teman yang mungkin sudah lama menunggu, dan sebagainya. Aku sebagian dari mereka yang kacau pikirannya.
“haloo.. maaf ya sayang. Disini hujan, lumayan deras”, kataku. Aku mungkin berbohong, tapi ya sudahlah terlanjur. Aku mengaku salah.
“oalah.. iya, aku tunggu kok. Aku juga barusan sampai.” Lembut, semakin membuatku bersalah telah berbohong padanya.
Dia Rani, wanita yang tadi pagi aku ajak makan siang di café langgananku. Seorang yang lembut, agak tinggi dan rambutnya selalu wangi. Aku kenal Rani dari Herman, sepupuku di jurusan ekonomi saat diskusi ringan di bawah pohon taman kampus. Katanya, Rani ini primadona. Jadi sebuah kebanggaan jika mampu menjadi pacarnya. Saat ini, aku merasakan kebanggaan itu.
…….
Itu dia, di meja 12. Aku menyelinap di belakangnya.
“DOR.!”
“ahh! Apaan siih!? Bikin kaget aja.”
“hahaha.. iyaa maaf. Bercanda buk.”
“pesan apa?” tanyaku, sambal aku duduk dan melepas tas kuliahku.
“ayam bakar, hehe”
“makan pedas lagi? Apa tidak kapok kemarin sakit perut?”
“yaah namanya juga ingin.” Dia menundukkan pandangan dengan tangan memegang sendok, mengaduk-aduk es teh.
“ya sudah.. Yang penting ngga banyak-banyak.”
“Yes.! Makasih.”
Dia tersenyum. Manis sekali.
…….
Hawa tak lagi sedingin tadi. Gerimis hilang membawa awan gelap. Memudar. Apalagi Rani sedang ada disini. Memberi kehangatan yang berbeda, yang hanya bisa diindera olehku saja. Gurauan demi gurauan kami lewati. Bercerita tentang dosen yang tidak jadi masuk tadi pagi dan kawanku yang ulang tahunnya dirayakan sekelas. Kami tertawa ringan, kadang terbahak-bahak. Indah.
“sudah sore, Ran. Belum dicari Mamah?” tanyaku.
“Mamah lagi ada meeting sepertinya, jadi belum sempat menelpon.”
“hmm.. oke” aku mengangguk-angguk.
“Dan..”
“iya?”
“dulu aku sangat sulit didapatkan..”,bilangnya lirih.
“lalu?”
“tapi Aku enggak tahu mengapa, aku jadi lunak sekarang. Menjadi pacarmu. Seorang yang kata teman-temanku biasa-biasa saja. Tapi, inilah dirimu. Aku sayang kamu, Dan.” Dia menatapku dalam. Dari matanya aku merasa ada perasaan takut kehilangan.
“Rani..” aku tersenyum. “terima kasih telah mengijinkan aku hadir di hati dan di hari-harimu. Aku juga sayang kamu”.
“kamu bukan pengguna pelet kan?”
“bukan, lah!”
“susuk?”
“sedikit..”
“hah?? Yang benar??”
“ya enggak lah, aku bercanda.”
“hahaha, aku syok.” Dia tertawa.
……
“RAMDANN.!”, teriak wanita dari parkiran café. Memanggil namaku?
Aku merasa terpanggil, aku berdiri dan mencari siapa yang berteriak  di luar. Aku seperti kenal suaranya.
“RAMDANNN.. MANA SELINGKUHANMU??”
Itu Susan.! Wanita itu Susan. Dia menemukan mejaku. Lalu dengan setengah berlari, ia mendekatiku dan Rani. Aku melongo.
“OH.! Jadi ini, yang kamu bilang kerja tugas bareng Dimas??”
“Susan, aku bisa jelasin ..”
“Jelasin apa?? Hah? Pantas akhir-akhir ini kamu menghindar terus. Hmmmm.. Jadi ini, Rani si primadona ekonomi??” Susan menunjuk-nunjuk kearah Rani dengan penuh emosi.
“Dan, ini siapa mu?”, Rani bertanya lirih padaku.
“iniii.. “
“Aku Susan. PACARNYA Ramdan! Atau mungkin sekarang aku mantannya!” dia berbalik ke arahku. “Dan, kita putus.! Dasar brengsek!” Susan berlalu meninggalkan kami resah. Saling memandang satu sama lain. Pengunjung lainnya pun terperangah. Susan benar-benar membuatku mati kutu.
“Ran..” panggilku. Aku mencoba mengambil tangan Rani. Berusaha meyakinkannya.
“Enggak!” dia menarik tangannya yang hampir bisa kupegang. “Aku ngga nyangka kamu tega seperti ini, Dan..”
“Biar aku jelasin Ran.. Aku sudah nggak suka Susan lagi,Ran. Dia psikopat! Dia melarangku dekat dengan teman-temanku. Dia selalu ingin tahu apa yang aku lakuin, dengan siapa, dimana.. Semua dia harus tahu!”
Rani membereskan barang-barangnya seakan tak mendengar penjelasanku.
“Aku mau pulang, Dan.” Dia menatapku. Berkaca-kaca. Kupegang tangannya.
“Ran.. Aku mohon.. kamu lah yang aku sayang, Ran. Aku janji aku akan setia Ran. Aku ngga akan selingkuh-selingkuh lagi. “
“Lepasin..” pintanya.
“Ran..” kutatap matanya yang berair. Mulai menetes. Basah pipinya.
“Lepasin aku, atau kupanggil security!”
Perlahan-lahan aku melonggarkan genggamanku. Dengan itu pula, mungkin hubunganku dengannya akan lepas juga. Selamanya.
“Aku pulang dulu, jangan pernah lagi hubungi aku.” Bilangnya seraya pergi menjauhiku.
“Ran.. Rani..” aku kejar Rani melewati sela-sela meja lainnya.
“Aku sayang kamu Ran.!” Teriakku padanya yang sudah memakai helm dan bersiap untuk pergi. Meninggalkanku.
Dia membuka kaca helmnya..
“Kita Putus.!”
Sedih.
………
“Dan.. Ramdan..”
Ku dengar ia memanggilku pelan.. semakin kencang.. semakin berat.. “Dan..
RAMDAN.! WOYY, bangunn! Deadline makalah woyy. Buat besok, nyet.! Ini udah jam setengah 12! Dasar Jomblo ngenes!”
Aku membuka mata. Bangun.
“ARGGGHH! Sial.!” Umpatku dalam hati. Di mimpi pun aku jomblo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16