KU TETAP CINTA INDONESIA



Oleh: Thoriq Al Ayyubi (PSKM 2015)

Pagi itu, matahari bersinar cerah memberi semangat yang tak terkira. Di ujung jalan, tampak sesosok sarjana muda lulusan teknik mesin pada sebuah universitas swasta di surabaya. Muhammad yoga prayoga adalah namanya. Hari itu, dia berangkat menuju ibu kota tuk mengajukan proposal pembiayaan penelitian hasil pemikirannya pada suatu institusi pemerintahan pusat. Dengan uang hasil ia menanbung selama kuliah, dia menuju ke jakarta. Sesampainya di jakarta, dia langsung menuju ke tempat yang diharapkan.
Dihadapan resepsionis, dia mencurahkan maksud kedatangan.”Permisi bu, bisa bertemu dengan bapak direktur?” tanya yoga pada sang resepsionis. “Iya, bapak bisa langsung menuju ruangan beliau di lantai 22.” Jawab resepsionis dengan ramah. Singkat cerita, dengan hati yang berdebar tak menentu, yoga memasuki ruangan bapak direktur. Setelah beberapa menit berbincang-bincang dengan bapak direktur, yoga keluar ruangan dengan senyuman yang manis. Ternyata pengajuan dia tentang penelitiannya ditanggapi positif oleh bapak direktur. Namun ada satu cobaan lagi bagi yoga, dia harus menunggu selama satu minggu terhadap keputusan bapak direktur beserta para jajarannya. Yoga akhirnya pun berusaha untuk bertahan hidup dalam kerasnya kehidupan di jakarta tanpa uang yang mencukupi.
Satu minggu berlalu, yoga dengan semangat melangkah menuju kantor yang diharapkan. Namun persis sebelum memasuki lokasi kantor tersebut. Yoga mendapat satu pesan baru. Yoga pun membukanya, tak lama berselang, terlihat tetesan air mata membasahi pipinya. Dengan tangan yang terus menerus mengelus dada. Ternyata pesan tersebut dari bapak direktur yang isinya adalah penolakan atas pengajuan pembiayaan penelitiannya secara mentah-mentah. Dengan hati yang tersobek-sobek, yoga menuju stasiun untuk segera pulang ke kampung halamannya.
Saat yang bersamaan, ada pesan masuk dari salah temannya yang tinggal di malaysia, ilham. Yoga pun membacanya dengan ekspresi wajah yang tampak berputus asa. Setelah membacanya, tampak setetes harapan tercermin dari raut wajah yoga. Ia pun menghentikan langkah kakinya, dan segera berbalik untuk mencari warnet. Yoga pun dengan penuh harapan mengirim CV dan proposal tentang penilitian pada suatu institusi milik pemerintah malaysia. Tepat lima hari setelah itu, institusi milik malaysia tersebut mengirim surat pada yoga yang berisi pernyataan diterimanya proposal dia dan satu tiket pesawat terbang kelas eksekutif menuju malaysia.
Esoknya, yoga mulai memimpin para tim riset yang dia dapat dari intstitusi malaysia tersebut. Hari berganti hari, tahun berganti tahun. Sudah 12 tahun yoga hidup di malaysia. Selama itu, dia mendapat beasiswa dari institusi malaysia tersebut untuk melanjutkan pendidikan S3 di malaysia. Sekarang dia menjadi asisten direktur pada institusi malaysia tersebut.
Tepat tanggal 22 agustus, bapak direktur mengajak yoga untuk makan siang bersama. Yoga pun duduk dihadapan direktur. “Yoga, kamu taukan saya sudah memimpin institusi negara ini selama 10 tahun?” tanya direktur. “Iya pak” jawab yoga. “jadi saya rasa, saya sudah cukup tua untuk memimpin para karyawan yang lain.” Ucap bapak direktur. “Jadi, maukah yoga untuk mengagantikan saya untuk duduk di kursi ini?” terang bapak direktur. Raut muka yoga pun berubah, seperti sedang bertemu dengan pocong. Sebenarnya yoga sudah sangat ingin pulang ke indonesia tuk mengabdikan dirinya demi memajukan negaranya tercinta, namun disisi lain dia masih terikat atas jabatan yang ia emban selama ini, dan sekarang dia malah akan diangkat menjadi kepala direktur. Hati yoga benar-benar bimbang, jalan manakah yang akan dia pilih.
Setelah diam beberapa saat, yoga mulai mengunggakat bibirnya pertanda bahwa ia akan mengatakan sesuatu. “Pak, maaf sebelumnya, tapi saya tidak dapat menerima amanah yang bapak berikan kepada saya, memang benar selama beberapa tahun teakhir ini, bapak dan seluruh jajaran institusi yang bapak pimpin telah memfasilitasi saya dalam melaksanakan riset yang saya ajukan, namun disana, di Indonesia, tempat dimana keluargaku berpijak dan tinggal, tempat dimana saya dilahirkan dan dididik.” Ucap yoga dengan linangan air mata. Bapak direktur terus menyimak. “Oleh karena itu, sudah kewajiban bagi saya untuk kembali dan mempersembahkan apa yang terbaik yang dapat saya lakukan bagi tanah air tercinta, karena itu adalah arti mengapa saya hidup!” terang yoga pada bapak direktur.”Maka karena itu, izinkan saya untuk menjadikan ini sebagai kontrak kerja saya yang terakhir, dan izinkan saya untuk pulang kembali ke tanah kelahiran saya, indonesia.” Pinta yoga. “Baiklah, saya mengerti apa yang kamu inginkan, dan saya izinkan kamu untuk melakukan hal tersebut.” Jawab bapak direktur dengan senyuman yang manis.

Akhirnya, ketika kontrak kerja yoga berakhir. Yoga pun segera pulang ke indonesia. Sekarang, yoga telah menjadi direktur jendral kementerian ketenagakerjaan dan transmigrasi. Yoga telah membuka sekitar 50 juta lapangan pekerjaan bagi rakyat indonesia dan memiliki beberapa perusahaan yang tersebar diseluruh nusantara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16