SAMUDRA
SAMUDRA
Oleh: Nasywa Durrun Ainaani
Aku terombang-ambing di tengah Samudra yang luas, tak lupa ditemani perahu, kayu kecilku yang sudah mulai rapuh.
Beberapa orang mungkin berseru “Itu bahaya, segera dayung perahumu! Dan singgah dipulau terdekat!”
Namun sayangnya, aku tidak pernah tertarik untuk itu, justru aku sangat bersyukur bisa sampai ditengah Samudra. Mengapa bisa bersyukur? Alasannya sederhana: aku bisa mengenalmu lebih dalam, Samudra.
Oh Samudra! Aku menyukai semua keelokanmu!
Oh Samudra! Nyatanya kau begitu luas hingga tak terjamah oleh manusia.
Oh Samudra! Birumu begitu memesona dan terlihat kontras dengan langit malam
Oh Samudra! Anginmu begitu berisik namun terdengar merdu ditelingaku,
setidaknya engkau tidak seberisik bualan para pecundang.
Oh Samudra! Dibalik semua keelokanmu, apakah engkau memiliki keluh kesah
selama ini? Jikalau engkau berkenan untuk berdialog bersamaku, tolong jawab
pertanyaanku!
Angin berhembus lembut, seakan Samudra berbisik ingin mencoba menjawab pertanyaanku: “Duhai sosok Perempuan diatas perahu kecil, perkenalkan saya adalah Samudra. Beberapa orang mengagumi saya namun pada akhirnya mereka tetap akan pergi. Saya hanyalah tempat kapal berlayar dan menyapa mereka dengan ramah menggunakan gemercik ombak dan belaian anginku untuk membantu kapal kapal itu sampai di dermaganya masing masing. Beberapa ada yang memujiku (katanya ombakku membantu) dan beberapa ada yang memakiku (katanya ombakku hanya menghambat) namun selanjutnya apa? Meski dengan segala pujian dan makian itu, mereka tetap pergi pada akhirnya. Karna saya bukan ditakdirkan sebagai tempat berlabuh, saya hanyalah jalan lintas yang dapat dilupakan dengan mudah. Saya sungguh lelah menjadi pihak yang selalu ditinggal pergi, sungguh saya sangat lelah dengan takdir ini.”
Aku terdiam mendegar keluh kesah Samudra, sungguh memilukan!
Keheningan menyelimuti langit malam kala itu, pelupuk mataku menghangat...
Ah, sepertinya saya menangis duhai Samudra...
Ah, sepertinya saya benar benar jatuh cinta padamu Samudra...
Perlahan tapi pasti, aku melubangi perahuku. Air laut masuk menenggelamkan perahu rapuh ini.
Perlahan tapi pasti, hancurlah denyutku namun abadi dalam dekapmu Samudraku.
Dekap tubuh rapuhku ini, tenggelamkanlah aku samudraku.
Aku tak peduli dengan makian “perempuan bodoh” dari para pecundang yang
hanya menyiksaku dengan egonya. Aku akan tetap disini.
Tak akan ada yang pergi lagi sayang, aku akan singgah disini selamanya.
Sungguh aku ingin menjadi bagian dari dirimu.
Sampai nanti, sampai aku mati
Abadi, didekapmu, dengan menyayangimu (selamanya)
Luar Biasa, penyair berhasil melakukan asosasi atas perasaan hatiya dengan adegan seru di tengah samudra, luapan emosi dan perasaan ditumpahkan dengan gaya personifikasi yang kental, namun lembut. penyair berhasil mengexplorasi antikode Samudra kepada pikiran pembaca sesuai keinginannya, karena bisa jadi kalau ditangan orang lain samudra memiliki makna yang lain. Mantaap Durrun, semangat bekarya terus, ditunggu karya selanjutnya
BalasHapusBagus banget, bahasanya mudah di cerna, pilu bacanya, tokoh utama pasrah pada kematian yg diinginkannya, samudra itu sebenarnya siapa kak? ditunggu ya Samudra 2
BalasHapusReally beautiful teks. I really like this. I'm sure everyone will like it
BalasHapusBagus bangett, bahasanya gampang di mengerti
BalasHapus