Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2022

Garis kehidupan

 Garis Kehidupan Karya : Nadhilla Dwi Latifa Duduk aku di sebuah bangku Pada persimpangan temu kala itu Sejenak kupejamkan mataku “Hai waktu bisa aku bermain denganmu?” batinku Hari ini hari Sabtu, dan tepat lima tahun yang lalu Kita ada pada kisah usang itu Aku, Kamu, dan Waktu Aku ingin beristirahat sebentar Melepas penat sembari terpejam Menuangkan yang terpendam Aku pernah terpaku, pada suatu yang membekukan hatiku Berlarut larut akan hal itu Sampai pada suatu waktu Sesuatu menghantam jiwaku “Aku menyerah” kataku kala itu Diluar ekspetasiku, ternyata tak semudah itu Pada tangkai yang masih jadi beban Pada insan yang bergantung pada garis kehidupan Ada banyak yang memilih gagal sebelum berperang Tapi aku tidak akan Aku adalah garis kehidupan Dan bungaku akan mekar, bersamaan dengan turunnya hujan Meski aku tau untuk sampai ke taman, akan banyak sekali persimpangan Tapi sekali lagi aku tekankan Aku adalah garis kehidupan Akan kuarahkan setirku ke kanan Aku tau ke kiri lebih menggiurk

Bagaimana jika lukamu itu juga penyembuhmu

 Bagaimana jika lukamu itu juga penyembuhmu Dn apa yg akan kau lakukan jika ia adalah orang yang paling kau sayangi-cintai Bukan apa… Hanya sebuah kata untuk diri Yang masih jauh dari harapnya Meski begitu… Masih bisa ia tersenyum dan bercanda Kepada hati yg dilembutkan dan tekad yg dikokohkan Untuk salah satu permata hatinya Memang tidak sekeras hidupnya Namun ditunjukkan bahwa hidup tidaklah mudah Ada yg harus dikorbankan juga terkorbankan Tidak pernah dilihatkan airmata menetes di pipinya Tapi ia selalu melihat-merasa linangan air mata yg tertahan Bahkan sakitnya ditahan untuk berbagai senyuman Terimakasih dn maaf ucapku Atas beribu hari yang lalu Dari permata yang jauh dari pelukmu Yang sedang merindu *bukan kata yg indah untuk beliau yang begitu berharga

DIAM

 DIAM Menelan pahit manisnya takdir Mencoba bertahan agar tak tergelincir Tapi kau, slalu saja menyindir Hingga semua terasa getir Berusaha untuk tak bersuara Agar yang terjadi tak terkira Tapi kau memaksa agar aku memiliki citra Padahal yang dipunya hanya lima indra Mungkin, kau salah menilai Dan membuatku semakin menepi Meski kau hibur dengan tari Hati ini tetap tak bisa bernyanyi Aku adalah seorang manusia Yang berusaha untuk tetap sempurna Tapi kau selalu menuntut yang lebih dari sempurna Bagiku, semua itu bukanlah suatu yang sia-sia