Terimakasih Nona !
Terimakasih Nona !
“Percuma, tak ada gunanya kau melangkah, sudah hentikan saja”
“Buluk sekali penampilanmu, bisakah kau berkaca terlebih dahulu?”
“Bahasa Inggrismu buruk, kau tahu itu kan?”
“Tak pernah olahraga ya? Kok pendek banget jadi manusia”
“Ini adikmu? Beda banget ya, lebih pinter adiknya.”
Kembali aku terpejam mengingat kalimat-kalimat penuh gairah yang dilontarkan orang lain terhadapku. Pikir mereka mungkin memang aku seburuk itu, atau mungkin aku memang pantas disadarkan dengan kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak kusukai. Kau tahu, terkadang kalimat itu menggangguku. Bukan terkadang kurasa, tapi selalu. Mengingat-ingat kalimat itu membuatku terus berpikir, apa benar aku senaif itu? Sehingga layak disandarkan dengan kalimat-kalimat menusuk seperti itu? Seringkali ku berpikir apa benar aku ini tidak layak untuk mendapat setidaknya kalimat penyadaran yang nyaman untuk ku dengar? Yang membuat hatiku legowo menerimanya? Tak adakah kesempatan itu?
Kau tahu, dibalik senyumku yang mendengarkan dengan baik tatkala kalimat itu dilontarkan kepadaku, hatiku cukup perih. Mencoba menenangkan diri, lebih tepatnya menahan perasaanku sendiri demi menjaga ikatan silaturrahim. Kau tahu bukan, aku adalah anak yang sangat menentang perseteruan. Aku tidak suka konflik. Kurasa konflik itu tidak membuat kedua belah pihak Kembali merasakan suasana seperti semula. Bila keadaan membaik, tapi selalu terjadi luka di salah satu pihak atau bahkan keduanya. Luka yang disembunyikan, entah untuk berapa lama dia bertahan.
Aku tidak pernah ingin hidup dalam tuntutan, dipenuhi dengan berbagai tuntutan yang harus kuturuti, entah untuk apa, dan entah kapan berakhirnya. Kurasa hanya Tuhan yang tahu jawabnya. Seringkali ku berdoa kepada Tuhan, Tuhan berikanlah aku hati yang luas. Hati yang luas. Hati yang luas. Hanya itu. Aku hanya ingin memiliki hati yang luas, sehingga aku bisa ikhlas, bisa tulus dalam berbuat dan menghadapi orang lain, terutama mereka yang seringkali merendahkanku.
Kau tahu, aku sangat kagum dengan mereka yang bisa legowo, yang bisa memberikan senyum tulus ikhlasnya, yang bisa berdiri dengan bangga menyatakan INILAH AKU. Mereka bisa menerima diri mereka apa adanya, menghiraukan kalimat yang menyakiti mereka. Mereka yang terus berbenah menyongsong masa esok dengan segala harap dan semangat yang membara. Ah, terlalu ku iri kepada mereka.
Belasan tahun aku hidup dalam perantauan, membuatku bertemu dengan banyak orang. Karakternya unik, andai aku diberi satu keinginan ajaib yang dapat terkabul saat ini juga, aku ingin meminta satu hal, aku ingin diberi kesempatan waktu bertemu dengan lebih banyak orang, termasuk dirimu. Ah ya, kau ingin kuberitahu satu rahasia terbesarku? Maaf baru kuberitahu padamu, kuharap kau tidak marah. Kau ingat tidak saat di taman kota, kau bertanya kepadaku, mengapa aku tersenyum jika aku tidak terima dengan kalimat mereka tentangku. Dan aku hanya membalasmu dengan canda, kukatakan, karena aku badut. Dan kau tak terlalu peduli nampaknya dengan jawabanku itu. Kau hanya diam dan mengubah topik pembicaraan. Kau tahu, alasan sebenarnya mengapa aku tetap tersenyum walau merasa tersakiti dengan kalimat yang kudengar? Itu karena dirimu. Kau pernah berkata, ‘Tersenyumlah dengan apapun yang terjadi, entah itu baik atau buruk, setidaknya kau memberi penghargaan kepada dirimu dan orang lain.’ Aku tak terlalu paham maksud perkataanmu tapi entah mengapa sejak kau mengatakan hal tersebut, hatiku sedikit lebih ringan dari dahulu. Kalau dulu aku akan menyimpan emosi ku dan meluapkannya dalam tangis dan pertanyaan kenapa kenapa hanya aku. Namun sekarang, aku bisa membaginya denganmu, aku bercerita selalu dengan Tuhan, memohon agar hatiku luas, tak ada tangisan, tak ada raungan. Hanya tersisa sedikit luka. Entah mengapa luka itu terangkat sebagian ketika aku mengingatmu, mengingat perkataanmu padaku dulu.
Baiklah, terimakasih Nona Tidur, aku sudah terlalu banyak bercerita. Maaf telah banyak mengganggumu. Kuharap kau tak bosan mendengarku bercerita. Selamat beristirahat Nona.
Kututup helaian kertas putih yang ternodai dengan tinta hitam, kulipat ia sehingga menjadi kecil agar mudah kumasukkan ke dalam kotak kecil di samping pusaramu. Kuharap kau mendengarnya dari sana.
_G-
Komentar
Posting Komentar