Monster dalam Diri


Monster dalam Diri

Penjelasan dosenpun usai. Dengan sedikit terpaksa, mahasiswa melalui perkuliahan dua jam lamanya. Jadwal yang sebenarnya hanya satu jam, ditambah satu jam lagi karena dosen tidak dapat hadir dipertemuan selanjutnya. Begitu dosen pergi, para mahasiswa berlarian keluar ruang kuliah mengingat hari yang beranjak malam. Ardi, salah satu mahasiswa dengan IPK tinggi diangkatannya, dihadang sejumlah temannya tidak jauh dari pintu ruang kuliah.

“Ardi, kamu harus membantu kami,” ujar Dimas membuka percakapan.

“Iya betul,” Rico ikut menimpali.

Ardi dibuat kebingungan oleh mereka, “apa yang telah terjadi? Dan apa yang dapat aku bantu?”

Giliran Daris menjelaskan, “kemarin sepulang kuliah, kami ke kantin terlebih dahulu, makan-makan. Tidak tahu dari arah mana, tiba-tiba ada orang misterius yang mengenakan pakaian serba hitam. Aku tidak bisa mengenalinya karena wajahnya tertutupi topi yang dia kenakan. Orang itu menawarkan hadiah menggiurkan ketika bisa menang permainan kartu dengannya. Kami telah bermain dengannya berulang kali, tetapi selalu kalah. Oleh karena itu, kami mengajakmu barangkali kamu dapat mengalahkannya.”

“Apakah kalian tidak curiga dia berbuat curang?” Ardi mencoba berspekulasi.

“Tidak, kami sudah mengecek kartunya.”

“Mungkin ada kartu tersembunyi ditangannya?” Ardi masih tidak percaya.

“Tidak ada karena kami selalu mengawasi gerak-geriknya.

Ardi hanya berdeham.

“Bagaimana Ardi, apakah kamu mau membantu kami?”

“Tidak mau. Aku akan pulang saja buat belajar.”

Teman-temannya pasrah. Ketika akan pergi, mereka dikagetkan kehadiran orang misterius kemarin di ujung lorong. Dia seperti sedang menunggu Ardi. Mereka hanya diam saja tidak berkutik.

“Hahaha. Apakah kamu takut kalah, Ardi?” Orang misterius itu mulai berbicara, memancing Ardi agar mau bermain dengannya.

“Tentu saja tidak. Aku tidak ingin membuang waktu sia-sia hanya demi bermain kartu.” Jawab Ardi tenang.

“Tidak akan lama, hanya sepuluh menit. Kalau menang, kamu akan mendapatkan hadiah yang dapat membuatmu senang.”

Ardi berpikir lama hingga dia pun menerimanya, “Baiklah, cepat dilakukan sekarang!”

Kampus sudah sepi, menyisakan Ardi dan kelima temannya beserta orang misterius. Mereka sepakat bermain satu babak saja. Ardi bermain dengan tenang sedangkan orang misterius itu terlihat gugup dari gerakannya. Benar saja Ardi berhasil menang telak.

Setelah membereskan kartu, orang misterius itu berkata kepada Ardi, “kamu akan mendapatkan hadiahnya tidak lama lagi. Dan kita akan bertemu kembali nanti.” Dia pun pergi begitu saja. Dimas, Rico, dan lainnya menyoraki dan membanggakan Ardi. Ardi yang mendapat sanjungan merasa senang. Apakah kesenangan ini yang dimaksud oleh orang misterius tadi, batin Ardi berkata. Mungkin hanya pancingan saja supaya dia mau bermain. Kemudian, Daris mengajak Ardi dan lainnya ke mall. Sungkan menolak, Ardi pun menyetujuinya. Tanpa disadari, dia lupa akan jadwal belajarnya malam ini.

Kehidupan Ardi berubah 180 derajat. Hampir setiap hari jalan-jalan dengan teman-teman barunya. Makan-makan di restoran, kafe, belanja di mall, gym, nonton bioskop, rekreasi keluar kota. Meski merogoh uang yang tidak sedikit, tetapi dia menikmatinya. Warung kopi tidak pernah dia datangi lagi, lebih-lebih kaki lima dipinggir jalan. Teman-teman yang dulu sering mengajaknya belajar tidak pernah dihiraukan lagi. Banyak kuis disepelekan dengan tidak belajar karena merasa sudah menguasai materinya. Kini, Ardi sudah terhipnotis dengan kehidupan barunya.

Ketika malam minggu, teman-teman barunya mengajak Ardi menonton bioskop. Kali ini mereka tidak berangkat bersama, tetapi sendiri-sendiri dan langsung berkumpul di lokasi. Ardi datang lebih awal, meski pergaulannya berubah jiwa tepat waktunya belum hilang, yang kemudian disusul teman-temannya. Hingga akhirnya, dia tahu kenapa tidak berangkat bersama karena teman-temannya mengajak pacar mereka. Dia sendiri yang tidak bersama pacar. Saat menunggu waktu penayangan film, tidak ada yang mengajak bicara Ardi karena teman-temannya sibuk dengan dunia sendiri. Kejadian ini yang membuat Ardi mempunyai pacar dikemudian hari yang selalu diajaknya menonton bioskop kala malam minggu.

Setengah semester berlalu, ujian tengah semester sudah menunggu. Ardi bersama teman-teman belajar disalah satu kafe. Tidak bertahan lama, mungkin hanya 15 menit, mereka belajar. Sisanya disibukkan dengan ghibah hingga larut malam. Membicarakan teman-teman kuliah atau sekadar membanggakan outfit masing-masing.

Hasil ujian tengah semester keluar. Nilai Ardi turun drastis. Dari yang biasanya mendapat nilai 80 ke atas kini harus puas dengan nilai rata-rata. Dia tidak berani bercerita pada siapapun, terlebih orangtuanya. Sedangkan Ardi meratapi kesedihan, Dimas, Rico, dan lainnya menunjukkan nilai-nilai yang bagus sekalipun tidak pernah serius kuliah. Mental Ardi terpukul. Pikirannya dipenuhi prasangka negatif kalau teman-temannya menyontek. Dia memendamnya saja tanpa berani berkomentar.

Sewaktu pulang kuliah, teman-teman pergaulan Ardi pulang duluan karena orangtua mereka datang, sedangkan Ardi masih tertahan di kampus. Dia menyesali kegagalannya dan kemalasannya. Tiba-tiba, orang misterius yang dulu datang menghampirinya.

Orang misterius itu tertawa keras sebelum berbicara, “benar, kan. Kita akan bertemu kembali.”

“Apa yang kamu inginkan dariku?” Tanya Ardi sambil menghapus air matanya.

“Ayo bermain kartu lagi.”

“Apa kamu tidak tahu aku sedang sedih!” Bentak Ardi.

“Hahaha. Tenang anak muda. Satu permainan saja sudah cukup bukan? Jikalau kamu menang, aku akan memberitahu identitasku yang sebenarnya dan segera pergi.”

“Terserah. Pokoknya kamu harus segera menyingkir dari sini!”

“Hmm... secara tidak langsung kamu menyetujui ajakanku. Baiklah, mari kita mulai.”

Tangan orang misterius itu cekatan mengacak kartu. Masing-masing tujuh kartu dibagikan untuk Ardi dan untuknya. Ardi dengan pikiran kalut tidak bisa mengendalikan diri dan pikiran. Dia berteriak ketika kalah dalam babak pertama.

“Ayo kita bermain sekali lagi!” Tantang Ardi tidak puas dengan kekalahannya.

“Bukannya kamu bilang hanya bermain satu kali saja?” Orang misterius itu turut memanasi.

“Tidak peduli, aku selalu ingin menang. Kali ini akan lebih serius.”

“Hahaha. Semangat pemuda memang berkobar-kobar. Baiklah, apa saja yang kamu inginkan.”

Mereka bermain satu babak lagi dan Ardi mendapat hasil yang sama. Permainan terus berlanjut atas permintaan Ardi hingga tidak terasa sudah sepuluh babak. Namun, dia selalu mendapat kekalahan dan memutuskan menyerah.

“Akhirnya, kamu menyerah pemuda. Akan aku beritahu siapa identitasku sebenarnya. Aku adalah nafsu yang ada dalam dirimu. Kemarin ketika kamu menang, aku masih lemah. Lalu, aku memancingmu agar memberiku makan dengan kesenangan dunia yang sesaat. Sekarang aku telah bertambah kuat dan bisa menguasaimu. Kamu harus berusaha dari nol apabila ingin mengalahkanku lagi. Baiklah, aku akan pergi dan kamu bisa menangisi kembali hasil ujianmu.” Orang misterius itu kemudian menghilang.

Ardi terdiam mendengarkan pengakuan dari orang misterius itu.

 

Sidoarjo, 03 Februari 2021

Naufal Hatta



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16