KEKERASAN PADA ANAK KAPAN BERAKHIR? ATAU HANYA SEKEDAR PEMBAHASAN YANG MENGALIR?
KEKERASAN PADA ANAK KAPAN BERAKHIR?
ATAU
HANYA SEKEDAR PEMBAHASAN YANG MENGALIR?
Kasus kekerasan pada anak marak terjadi,
pelakunyapun tidak jarang dari orang terdekat sendiri. Kekerasan yang terjadi
dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis bahkan kekerasan seksual dialami
oleh anak-anak. Melihat berbagai kasus dan kejadian yang sebagian kecil sudah
terungkap, perlu tindakan dan komitmen untuk menangani permasalahan ini. Tidak
sedikit korban yang hanya mengganggap kekerasan yang dialami sebagai hal biasa.
Bahkan korban memiliki ketakutan karena ancaman yang diberikan pelaku agar tidak
melaporkan kepada siapapun didekatnya. Kekerasan pada anak memang miris jika
dibayangkan. Bagaimana tidak, keluarga sebagai tempat meminta perlindungan
tidak seperti apa yang diidamkan. Lingkungan pertemanan yang diharapkan menjadi
sosok yang menakutkan bukan menjadi tempat menambah perkembangan sosial anak.
Kekerasan fisik yang dimaksud berupa
penggunaan objek benda atau anggota tubuh yang dapat menyakiti bagian fisik
anak. Bentuk perlakuan yang dapat terjadi pada anak sebagai korban seperti ditendang,
digigit, dijambak, ditonjok dan sejenisnya. Kekerasan psikis dapat berdampak
anak hilang rasa percaya diri, merasa tidak memiliki kemampuan, ketakutan dan
tidak berdaya. Bentuk perlakuan yang didapat berupa ancaman, direndahkan,
dikucilkan, didiamkan, dipandang sinis dan sejenisnya yang mengakibatkan
tekanan batin pada anak. Sedangkan untuk kekerasan seksual dapat berupa
pelecehan jenis gender, perlakuan menggoda dan memaksa secara terus menerus,
pembujukan sehingga menekan korban dan menyetujuinya, pemaksaan serta
pelanggara secara seksual berupa ancaman, meraba, menyentuh tubuh, tanpa izin.
Kasus
kekerasan pada anak semakin meningkat berdasarkan hasil pelaporan SIMFONI PPA,
mulai tahun 2015 sebanyak 3.564 menjadi 10.302 pada tahun 2016. Sebanyak 35%
total kasus kekerasan seksual pada anak telah tercatat di KPPA selama tahun
2016. Begitu pula dengan total kasus kekerasan fisik dan psikis masing-masing
sebesar 28% dan 23%. Menurut data tahun 2017 dari Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ditemukan bahwa anak sebelum
berusia 18 sudah mengalami kekerasan seksual sebesar 6%. Pria mengalami
kekerasan sebesar 8,3% dan wanita sebesar 4,1% dengan rentan usia
13-17 tahun. Dapat disimpulkan bahwa laki-laki dibawah usia 18 tahun lebih besar
mengalami kekerasan seksual dari pada perempuan.
Di masa pandemi virus corona sekarang,
kekerasan semakin bertambah berdasarkan data yang dihimpun dari SIMFONI PPA
terlah terjadi sebanyak 3.087 kasus
dengan jumlah kekerasan seksual sebanyak 1.848 kasus, kekerasan fisik 852 kasus
dan kekerasan psikis 768 kasus. Melihat banyaknya kejadian yang menimpa anak
membuat kita tidak habis piker bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Anak yang
seharusnya dilindungi dan disayangi malah menjadi korban tanpa ia mengerti
jelas sebabnya.
Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan UU
RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, kasus kekerasan masih saja
muncul. Dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk mengatasi kasus kekerasan
pada anak. Kesadaran orang terdekat khususnya orang tua dan lingkungan harus
dibangun dengan baik. Anak bukan ajang atau barang yang dapat menjadi
pelampiasan kekesalan, anak perlu dijaga, disayangi, dan diberikan sesuai
haknya. Kebijakan yang sudah ada harus diperketat kembali.
Program pencegahan kekerasan pada anak
wajib disuarakan seluas-luasnya di seluruh penjuru negeri. Para orang tua perlu
diberikan arahan dan pemahaman mengenai dampak dari kekerasan pada anak yang
mungkin saja mereka tidak menyadari. Pemantauan lingkungan tempat tinggal dan
bermain perlu diawasi sehingga memberikan dampak positif bagi tumbuh kembang
anak. Berbahaya sekali apabila calon penerus bangsa harus ditekan dengan
situasi dan kondisi yang tidak semestinya terjadi. Apalagi jika kekerasan pada
anak sudah dianggap biasa dan lumrah terjadi, mau dibawa kemana jiwa-jiwa
penerus bangsa ini? Mari kita bersama-sama melindungi hak dan kesejahteraan
anak-anak.
Penulis: Ainur Rosyidah, Aura Salsabila
Humaerah, Liza Nur Afni, dan Yuli Nadia Putri
Komentar
Posting Komentar