Katakanlah Walaupun Itu Pahit

Katakanlah Walaupun Itu Pahit

Oleh Ct

Hadiqoh Azhar, Kairo

 

Dzonantu qolbi qowiyyun ma yahuzzuu ghiyabaki, thola’a mitslu waroqun yarjuffu min biaadika.1

 

Tanpa sadar bibirku tersenyum menahan bulir bening yang merengek menari di atas kedua pipiku. Tidak, aku tidak akan menangis apalagi disini. Rasanya buku yang kubaca kini sedang tertawa karena berhasil menyindirku. Aneh, mengapa pula aku harus membayangkan diri ini seperti daun kering? Detik selanjutnya kurasa alam memang ingin memperlihatkannya padaku, mata ini terarah pada daun kering di seberang sana yang jatuh berguguran dan terinjak- injak hingga tak berbentuk. Hancur dan terombang-ambing tak tentu arah. Ia tak tahu akan dibawa kemana oleh angin. Apakah aku memang seperti daun kering?

 

***

 

Malam hanyalah malam, tiada yang istimewa bagiku. Namun, entahlah sejak memperhatikan indahnya cahaya rembulan, malam seolah menyita sisa waktuku yang tak berfaedah. Demi memanjakan mata ini, aku rela duduk diam setidaknya mampu bertahan sampai 15 menit. Hanya demi menatapnya. Aneh memang, tapi begitulah aktivitas baruku. Menatap cahaya rembulan membuatku merasakan sensasi berbeda, karena aku yakin ia juga akan menatap bulan yang sama nanti. Aku tersenyum membayangkannya.

 

Sha, ngapain kamu masih disini? dingin loh” ia membawakan ku jaket dan secangkir teh hangat dan ya, ia memberhentikan lamunanku tentangnya.  iya bang, Aku masih ingin disini” Aku terheran-heran melihat perhatiannya, sampai memberikan teh hangat segala. Tumben” kataku, sambil menoleh ke arahnya. Ia Ghazi, saudara kembarku yang lahir lebih dulu 20 menit dariku. Aneh rasanya di perhatikan Ghadzi, pasalnya ia bukan tipe saudara yang akan menunjukkan perhatianya secara terang-terangan seperti ini. Entahlah, mungkin dia baru saja mendapat hidayah.

Ghadzi belum tahu alasan sebenarnya aku selalu ingin menatap cahaya rembulan, lebih tepatnya ia tak pernah bertanya padaku. Ia terlalu cuek. Sha, kamu tau apa arti sebuah

 

 

 

1 Mahfudzot (kata mutiara Bahasa Arab) Artinya: Aku kira hatiku sudah kuat untuk menahan guncangan atas kepergianmu. Tapi nyatanya hati ini seperti daun kering tatkala jauh darimu.


kehilangan?aku terdiam sebelum menjawab pertanyaan Ghazi, ada apa dengannya? Tidak biasanya ia menanyakan hal-hal aneh seperti ini. Ya, aku heran karena biasanya Ghadzi akan berceloteh ria tentang kejahilannya yang sukses membuat orang kesal. Setan mellow apa yang merasukinya? dan apa tadi, kehilangan? Aku harap aku tak pernah merasakannyajawabku enteng.

 

dert dert dert” gawaiku bergetar. Tertera nama seseorang yang menyita waktu dan memaksa jantungku berdetak tidak normal akhir-akhir ini. Aku meraih gawaiku dan aneh, tanpa sadar aku mulai menghitung di sana masih sore. Aku tergelak samar, kini aku benar-benar sadar aku memang sudah aneh sejak membaca deretan kata patah hati itu.

 

Jari-jariku hendak menuliskan balasan untuk si pengirim pesan tadi, tetapi terhenti oleh suara Ghadzi. Aku lupa kalau masih ada Ghadzi di sampingku. Aku kehilangan Ia sengaja memberi jeda, kuakui aku sedikit penasaran karenanya Ular mainanku, Sha” setelah berkata seperti itu, ia bangkit berdiri dan tertawa terbahak-bahak. Ghadzi benar-benar menyebalkan, kehilangan ular mainan saja tampak frustrasi.

 

Aku hampir mengabaikan pesannya, dengan cepat jari-jariku menari dan menuliskan kata-kata yang kuharapkan dapat membuatnya membalas pesanku kembali. Lima menit kemudian gawaiku bergetar kembali, cepat sekali ia membalas pesanku. Tapi akankah secepat itu pula ia membalas perasaanku? Aku tergelak, mengapa aku sangat sentimental malam ini. Bibirku tertarik ke atas, membentuk senyuman manis hingga lesung di kedua pipiku terlihat. Rasanya aneh, merasakan hati ini bergejolak hanya karena mendapat pesan dari seseorang. Seseorang yang tak pernah ku temui.

 

***

 

Udara pagi disini berbeda, tak ada asap menyebalkan yang merusak suasana hati, sepanjang jalan hanya terlihat sawah hijau memesona, gemericik air yang berasal dari curug terdengar merdu, memintaku untuk menikmatinya, ku hirup udara dalam satu tarikan napas ah sejuknya, ku rentangkan tanganku dan ku hirup kembali udara nan sejuk ini. Aku tenang. Kufikir aku selalu jatuh cinta pada pagi di kota ini.

 

Bukittinggi, Sumatera Barat. Ya, disinilah aku sekarang di kota kelahiran ibuku, kota yang mengemas masa kanak-kanakku. Tak terasa, waktu bergulir begitu cepat hingga kini aku menyaksikan peristiwa sakral yang sangat indah. Melihat dua insan paling bahagia hari ini.


Sepupuku Zenitha telah siap menghadapi tingkat demi tingkat kehidupan selanjutnya. Ia satu tingkat di atasku sekarang.

 

Aku menghampiri sepupuku yang kini menjadi wanita paling cantik dan paling bahagia di Bukittinggi. Ya, di Bukittinggi karena rasanya terlalu berlebihan bila ku katakan di dunia. Aku mengucapkan selamat, serta berbasa-basi busuk padanya. Bilo baralek Sha?" 2     aku tergelak-gelak mendengarnya.Kalo indak sabtu yo minggu, Zen” Zenitha dan suaminya tergelak-gelak mendengar kelakarku barusan.

 

Tak diduga saat aku hendak memberinya kado, aku menangkap sosok yang amat akrab dengan mataku. Ia seperti tak menghiraukan suara apapun di skelilingnya. Ia asik dengan dunianya sendiri. Aku penasaran, lalu segera pamit pada Zenitha dan suaminya. Aku terperanjat apakah aku sedang bermimpi? Aku menepuk pipiku beberapa kali, hingga terdengar suara seseorang yang meyakinkanku bahwa ini bukan mimpi.

 

Aeesha?” suaranya, ah mengapa lembut sekali. Ya, ini bukan mimpi Sha. Aku memaksakan lidahku untuk mengucapkan sepatah kata. “emmm… Hai” sial, bukan itu yang ingin ku ucapkan. Ya, Hallo Aeesha, kamu tak mengenaliku ya?” terdengar nada kecewa darinya. Sadarlah Sha casu-mu3 di depan mata. Bukan, emm bukan begitu… Ahlam kan?akhirnya aku dapat mengeluarkan kata yang lebih baik dari sebelumnya. Ia tersenyum, demi apa sih ini namanya senyuman maut.

 

***

 

Entahlah, kata apa yang harus kuucapkan saat ini. Bahagia? Pasti, bahkan kurasa aku lebih bahagia daripada Zenitha. Baiklah ku ralat, akulah wanita teramat bahagia di Bukittinggi. Mataku tak lepas darinya, yang ditatap hanya tersenyum manis. Sangat manis. Ahlam, satu nama yang membuat cahaya rembulan terlihat lebih indah di mataku. Aku selalu tenang saat menatap rembulan seperti mengangat seluruh bebanku, Sha. Begitu katanya kala itu

 

Ia mengajakku berjalan-jalan menemaninya. Tentu saja aku dengan senang sepenuh hati menerimanya. Sha, kau tahu, hari ini aku berhasil melewatinya aku tak mengerti apa maksud perkataan Ahlam barusan. Namun, aku tak memikirkannya lebih jauh. Aku sudah

kelewat bahagia dapat bertemunya. oh ya? Selamat kalau begitu, kamu memang hebat lam”

 

 

 

 

 

2 Kapan nyusul, Sha? (Bahasa Sumatera Barat)

3 Calon suami (singkatan)


cek kecrek kecrek suara pengamen menghentikan obrolan kami. Ahlam terlihat sangat menikmati lagu yang dinyanyikan si pengamen. Saat nyanyiannya usai, ia hendak memberi uang seratus ribu rupiah yang masih terlihat sangat baru dan rapi. Ahlam, jangan kasih yang itu emm itu masih sangat baru dan seratus ribu terlalu banyak untuknya Ahlam kelewat baik pikirku. Sepertinya, kata-jkataku barusan membuatnya tak suka. “ada apa Sha? Uang ini masih rapi? Itukah masalahnya? Ragu-ragu ku anggukkan kepalaku, membenarkannya.

 

Aku terkejut dibuatnya, cobalah lihat! Ia meremas uang seratus ribu itu dengan mudahnya dan memberikannya pada si pengamen. Aku tak bisa berkata-kata, mungkin berlebihan tetapi aku memang tak pernah mengeluarkan uang dengan nominal yang lumayan seperti itu kepada pengamen. Terlebih lagi meremas uang, ya aku sangat suka melihat uang yang rapi dan mulus. Karena bagiku uang adalah segalanya.

 

Setelah itu Ahlam berhenti melangkah dan menatapku dengan tatapan yang tak dapat kuartikan. Sha, uang bukan lah segalanya dan tak pantas diperlakukan bak seorang raja hingga kamu menjaganya sedemikian rupa, kamu harus tahu Sha, uang memang penting untuk kita sekarang tapi tidak untuk kemudian hari setelah mengatakannya, Ahlam tersenyum padaku. Aku terlalu buta selama ini, Ahlam yang menyadarkanku bahwa uang bukanlah segalanya.

 

Kami tertawa sepanjang jalan, menikmati hari yang terasa amat berbeda. Aku melihat seorang penjual gula kapas dan membelinya. Saat aku masih menikmati gula kapas dengan senyum yang tiada lepas dari bibirku Ahlam tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh untuk kedua kalinya. Sha, berjanjilah tak akan berbohong lagi. Qul al-haq walau kaana murran4 aku hanya tersenyum mengiyakan. Aku kelewat bahagia sekarang.

 

***

 

Sore ini seperti sore-sore biasanya. Sudah setahun yang lalu saat aku bertemu dengan Ahlam. Setelah bertemu dengannya, aku masih sering bercapa-cakap via online dengannya. Kini aku sudah kuliah, di universitas tertua di kairo tetapi, sosok Ahlam tak pernah kutemui disini. Aku kembali teringat saat kali pertama mengenal sosok Ahlam. Ya, berawal dari kata- kata patah hati yang ia tulis di akun instagramnya.

 

Saat itu ia menulis deretan kata patah hatinya. Aku tak ingat, sejak kapan aku rajin membaca curahan hati orang yang tidak punya semangat hidup seperti Ahlam. Namun, semua tulisannya membuat mataku tak rela melewatkan satu huruf pun. Aku iseng mengirimkan


balasan setiap ia membuat status di akun Instagramnya. Awalnya, Ahlam tak mengacuhkanku. Namun, bukan Aeesha kalau tidak membuat orang lain penasaran padanya.

 

Bahagia sekali mengenal Ahlam, aku tak habis pikir bagaimana bisa aku memendam rasa pada seseorang yang tak kan memiliki rasa yang sama. Ya, Ahlam hanya menganggapku teman curhat yang asik. Sedih. Aku memang hanya berpura-pura sedang patah hati juga saat itu, tak lain hanya agar Ahlam nyaman berbicara denganku.

 

***

 

Hadiqoh Azhar, Kairo

 

Hari ini terasa berat, aku kehilangan kabar Ahlam sudah satu pekan ini. Entahlah, mungkin ia sedang sibuk sehingga tak mengabarkanku lagi pula aku siapanya? Aku tersenyum menahan bulir bening yang merengek turun kembali. Suara Ghadzi mengagetkanku Sha, nih ada surat buat kamu” dahiku terlipat, aku bingung namun aku tetap meraih surat itu dari tangan Ghadzi. Mengapa ada firasat tidak enak ya. Kubuka perlahan surat itu.

 

Terimakasih banyak Sha. Namun, mengapa kamu harus berbohong Sha, aku tahu sejak awal kita bertemu kamu bukanlah orang yang sedang patah hati. Aku cukup kecewa mengetahuinya. Kamu ingat saat aku bilang aku berhasil melewatinya? Aku berhasil menghadiri pernikahan pujaan hatiku Sha. Sepupumu. Tega sekali ya, dunia mempermainkaku. Saat aku jatuh dalam pesonamu, kamu lah yang memangkas rasaku. Ternyata, kamulah yang membantu Zenitha menjauh dariku,dan meninggalkanku. Aku tahu takdir tak menginginkanku bersamanya. Namun, mengapa harus kamu Sha? Aku rasa aku tak pantas dicintai Sha. Aku telah kalah dan aku memilih untuk pergi…”

 

Panjang sekali surat dari Ahlam, aku tak sanggup membacanya. Ghadzi, kini aku tahu seperti apa rasanya kehilangan” kataku lirih. Kufikir tak masalah berbohong sedikit padanya, lagipula itu hanya salah satu cara agar Ahlam mau berbicara denganku. Ternyata tak sesederhana itu baginya. Tangisku pecah mengingat satu fakta yang kian menyadarkanku.

 

Ahlam, aku baru sadar namamu memang akan terus begitu. Mimpi. Kamu hanya mimpi indah bagiku. Terima kasih telah memberiku banyak hal. Kini aku sungguh patah hati. Aku tak berbohong. Aku menyesal tak mengindahkan perkataanmu kala itu. qul alhaqi walau kaana murran5




4 Katakanlah walaupun itu pahit (kata mutiara Bahasa Arab)

5 Katakanlah, walupun itu pahit (kata mutiara Bahasa Arab)



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Jejak Kesehatan: Dari Tradisi ke Teknologi Modern

Medical Training CSSMoRA UIN JAKARTA 2025

TEMU REGIONAL 1 CSSMoRA NASIONAL