Perseteruan

 

Perseteruan

“Berarti hanya Zakky yang tidak mengumpulkan tugas?” Tanya dosen yang sebenarnya tidak perlu dijawab. Seberes merapikan kertas-kertas tugas mahasiswa, dia melenggang pergi.

Jam istirahat tiba. Satu per satu mahasiswa meninggalkan ruang kuliah dan menyisakan lima mahasiswa yang tidak beranjak pergi. Zakky masih tertahan dalam ruangan. Tangannya mengepal karena marah. Dia memandang sekeliling dan menemukan orang yang membuatnya marah masih ada dalam ruangan. Tanpa berpikir panjang, dia berdiri dan mendekati orang itu.

“Katanya kamu mau membantu, mana?” Bentak Zakky didepan wajah Irfan.

Suara Zakky yang kencang membuat perhatian orang dalam ruangan tertuju padanya.

Irfan menunduk, berusaha menghindari tatapan tajam Zakky. Hal itu membuat Zakky semakin geram. “Jawab lah! Aku tidak berbicara dengan patung, bukan?”

Irfan menjawab dengan gelengan kepala.

“Kenapa kamu tidak memberitahu kalau sudah mengerjakan tugas? Bukankah sebelumnya sudah ku bilang kalau sedang sibuk mengurusi acara fakultas dan minta tolong nantinya melihat hasil pengerjaanmu? Apa kamu lupa sedari awal masuk kuliah sering aku bantu? Kamu lupa semuanya?”

Irfan hanya diam.

    Zakky menarik napas dalam-dalam. Percuma berbicara dengan Irfan dalam kondisi seperti ini. Irfan tetap akan diam karena ketakutan. Dia kembali ke bangkunya untuk mengambil tas dan pergi begitu saja meninggalkan ruangan. Tidak peduli dengan kuliah selanjutnya. Dia sedang ingin meredam dan melampiaskan amarah.

    Karena kondisi jalan yang lenggang, Zakky memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kalut menahan emosi. Musik rock diputar dengan volume tinggi sebagai pelampiasan. Tiap kali ada sepeda motor yang menyerobot, dia maki-maki sekalipun tidak akan didengar oleh pengendara itu. Lima belas menit perjalanan, sampailah Zakky dirumah. Keadaan rumah sedang kosong karena kedua orangtuanya sedang ada tugas diluar kota sedangkan adiknya masih sekolah. Dia memantau jam ditangan kirinya, pukul sepuluh. Satu jam lagi waktunya adik pulang. Sangat cukup waktu untuk tidur, batin Zakky. Dia berbaring di kasur dan tak lama tertidur pulas. Namun, dia lupa satu hal. Memasang alarm.

    Satu jam kemudian, Zakky terbangun dari tidurnya. Hp dibuka dengan malas. Betapa terkejutnya melihat angka sebelas disana, waktu adiknya pulang sekolah. Tanpa persiapan apa-apa, dia langsung keluar kamar. Mengunci rumah dan segera memacu mobil menuju sekolah adiknya.

    Di sekolah, tinggal beberapa anak yang belum pulang atau dijemput, termasuk adiknya Zakky. Zakky keluar dari mobil dan menghampiri adiknya.

    “Haduh, kakak dari mana saja? Kok lama sekali?” Adik Zakky mulai mengoceh.

Zakky sangat sayang dengan adeknya sehingga dia berusaha meredam egonya.

    “Dari rumah, Dek. Kakak ketiduran.”

    “Loh, kakak tidak kuliah?” Adiknya kini menaruh curiga.

    “Panjang ceritanya, nanti saja kakak ceritakan. Mau dibelikan apa nih biar adik tidak marah?”

    “Mau es krim.”

    “Ya sudah, ayo beli es krim.”

***

    “Adik mau es krim rasa apa?” Tanya Zakky.

    “Rasa vanila, coklat, dan stroberi.” Jawab adeknya sambil menunjuk daftar menu.

    “Oke. Adek cari tempat dulu, ya.”

    “Oke kak.”

    Zakky memesan es krim pada kasir sesuai permintaan adiknya dan keinginannya. Seberes membayar, dia menghampiri adiknya yang sedang bermain hp disalah satu meja.

    “Bagaimana sekolahnya tadi?” Tanya Zakky sambil duduk hadapan adiknya.

    “Kayak biasanya, Kak. Kadang ada yang tidak paham juga disalah satu materi.” Adik menjawab tanpa menoleh ke Zakky.

    “Kenapa tidak bertanya?”

    “Gimana mau bertanya kalau teman-teman pengen cepat-cepat selesai kelasnya. Kalau ada yang tanya dan penjelasannya panjang biasanya akan dimusuhi.”

    “Lah kok begitu? Kan, kalian sama-sama membayar. Seharusnya bertanya dan paham pelajaran menjadi hak, dong.”

    “Biasa Kak, anak remaja. Masih labil.”

    Zakky tertawa. Kemudian, adiknya meletakkan hp dan memadang serius Zakky, “katanya tadi kakak membolos kuliah, ada apa emangnya?”

    Zakky mendesah dan menjawab lesu, “sedang ada masalah dengan teman.”

    “Teman apa pacar?” Adiknya tertawa.

    “Eh, aku belum punya pacar, ya. Memangnya kamu yang kalau putus tiba-tiba datang ke kamar kakak sambil merengek minta jalan-jalan.”

    “Ih, kakak. Itu sudah lama lah.”

    “Setidaknya kan pernah.” Zakky tertawa untuk mengejek adiknya.

    “Y.” Muka adik Zakky cemberut.

    “Adik bisa ngambek, ya.” Zakky cekikikan.

    “Tidak peduli. Mau nambah es krim pokoknya.” Adik Zakky masih memasang raut wajah cemberut.

    “Ya gapapa. Kamu ambil es krim kakak. Nanti adik yang bayar dan pulang sendiri.”

    “Ih, kakak kok jahat. Ya sudah adik tidak ngambek deh.”

    Pelayan datang membawakan es krim pesanan mereka. Masing-masing disajikan dalam mangkok berukuran besar. Zakky dan adiknya mencicipi es krim masing-masing sebelum kembali mengobrol.

    “Jadi, kakak tadi bertengkar sama Irfan, teman yang biasanya main ke rumah itu.”

    “Memangnya ada masalah apa, Kak?”

    “Jadi, ceritanya begini. Minggu kemarin, kakak sedang sibuk mengurusi acara fakultas. Nah, kakak minta tolong sama Irfan misal dia sudah mengerjakan tugas kalau boleh dibagikan jawabannya. Dia setuju dan aku percaya saja karena sudah dekatlah sama Irfan. Tapi, sampai hari pengumpulan tugas, Irfan tidak kunjung memberi jawaban dan aku juga lupa, baru ingat waktu dosen bilang tadi. Begitu kelas selesai, aku langsung menghampiri Irfan dan memarahinya. Dari dulu aku selalu membantu Irfan ketika mengerjakan tugas atau masalah lainnya, sekarang malah lupa.”

    Adek mengangguk paham. “Sebenarnya, kakak dan Irfan sama-sama salah. Kakak yang melupakan tugas dan teman kakak yang mungkin juga lupa untuk memberitahu jawabannya. Ini mirip sama cerita permasalahan temanku dulu, Kak. Tapi, begitu masalah selesai, mereka semakin akrab.”

    Zakky berdeham.

    “Kalau tidak ada yang mengalah, masalah itu tidak akan selesai. Kakak seharusnya yang mengalah karena kakak yang marah duluan ke dia.”

    “Hmm... benar juga. Kamu kelihatan masih kecil, tapi banyak pengalaman gitu, Dek.”

    “Dibilangin, patah hati membuat makin dewasa.”

    Mereka tertawa bersama dan kemudian menghabiskan es krim masing-masing yang mulai meleleh.

***

    Malam harinya, Zakky memutuskan pergi ke rumah Irfan. Dia disambut satpam ketika sampai didepan gerbang rumah Irfan. Beruntung, satpam itu berkata Irfan sedang ada dirumah. Zakky dipersilahkan masuk dan disuruh memarkir mobil dihalaman rumah.

    Tok... tok... tok... Zakky mengetuk pintu rumah Irfan. Tak lama, pintu terbuka dan ada Irfan dibaliknya. “Aku minta maaf atas kejadian tadi, Fan,” Zakky mengakui kesalahannya.

    Tangan kanan Irfan diletakkan dipundak Zakky. “Tidak masalah kawan. Sebenarnya, aku juga belum mengerjakan dan mencontoh jawaban Kirana. Aku diperbolehkan melihat jawabannya dengan syarat tidak disebarkan. Oleh karena itu, aku tidak dapat memberitahumu. Maafkan kawan.”

    Zakky mengangguk. Ternyata, dia yang salah menyangka. “Ayo masuk dulu. Kebetulan ibu sedang memasak banyak.” Ajak Irfan mengalihkan rasa bersalah Zakky.

    Karena sungkan, Zakky pun mengikuti langkah Irfan memasuki rumah.

Sidoarjo, 28 Februari 2021

Naufal Hatta  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16