Tuntas Dalam Kata

Tuntas Dalam Kata

Oleh : Mellania Arifin


    Rumah. Bagiku rumah adalah tempat dimana hati berpijak . bukan sekedar atap yang menaungi dikala hujan, atau pintu yang terbuka lebar disaat kita lelah dan butuh bantuan, atau jendela yang membuat kita membuka mata, melihat ke luar, melihat ke depan, tentang betapa luas dunia. Lebih dari itu, rumah adalah rasa nyaman dan aman.

    Malam itu adalah malam dimana aku menemukan rumah. Aku merasakan perasaan paling nyaman dan aman kala itu. Segera aku simpulkan  bahwa  itu adalah rumahku. Terlalu cepat memang aku menarik kesimpulan. Tapi salah siapa? Salah siapa memberi rasa nyaman dan aman? Bukan salahku, tentu saja. Bukan salahku.


***

    Bulan sabit terlihat indah malam itu meskipun bukan dikatakan bulan sempurna seperti bulan purnama. Bulan purnama sering disebut sempurna karena ketika itu permukaan bulan yang menghadap bumi tersinari seluruhnya oleh matahari. Sedangkan bulan sabit hanya separuhnya. Tapi tetap saja, meskipun disinari hanya separuhnya oleh matahari, bulan sabit itu terlihat indah ditemani bintang-bintang dan rasa senang.

    Malam yang cerah itu aku kembali bertemu dengan temanku yang aku kenal seminggu lalu di acara bedah buku. ia seorang penulis. Ia aktif menulis di berbagai platform tentang segala keresahannya yang dituangkan melalui opini. Berbicara dengannya sedikit mengubah cara pandangku melihat dunia. Begitulah penulis, ia selalu mempunyai cara melalui kata katanya untuk menarik perhatian.

    “Hidup itu lucu ya nan,”

    “Mana ada lucu, hidup itu keras. Penuh dengan perjuangan. Tadi aja aku baru nangis dimarahin dosen gara-gara salah nulis dapus, padahal cuma salah dikit” 

    “ Nah tu kann, itu kan lucu. Dosen marahin kamu itu lucu, kamu nangis itu lucu, kamu cerita aja lucu wkwk”

    “ihhh ngeselin”

    “ haha, iya nan. Semua masalah itu tidak ada kalau kita memandang dengan sudut pandang yang berbeda, jadi just be positive thinking aja  kalau semua itu adalah kelucuan yang perlu ditertawakan, tapi jangan lupa juga untuk mengambil pelajaran

    Kata katanya langsung menenangkan hatiku yang sebenarnya sedang tidak baik baik saja. Iya, Arya selalu mempunyai kata katanya sendiri untuk menenangkanku. Aku selalu terngiang setiap kata dan nasehat yang keluar dari dirinya. Semua terlalu indah.

    Jam sudah malam dan kita harus segera bergegas pulang dari Cafe ini. Akhirnya kita pulang ke rumah masing masing untuk kembali beristirahat dan mengerjakan tugas kuliah. Begitulah mahasiswa. Kita harus mengatur sedemikian rupa waktu untuk main dan belajar.

    “Sudah malam nih, mau aku antar gak nan?”

    “ Haha gak usah, aku udah pesen ojek online, tuh udah dateng” “Oke hati-hati di jalan ya”

    “Oke”

    Sesampai di rumah. Aku langsung membuka handphone ku dan tentu saja, pesan dari Arya sudah masuk di whatssapp tepat lima menit yang lalu.

    “sudah sampai?” “sudah”

    Pesannya yang pertahian namun singkat membuatku bertanya. “Sebenarnya dia perhatian atau iseng doang sih?”

    Tapi tetap saja, Sejak malam itu aku merasakan sesuatu yang tidak pernah aku rasakan. Aku seperti menemukan sebuah tempat yang entah tempat itu diperuntukkan untukku atau bukan. Tapi aku butuh aku sungguh butuh tempat yang bisa membuatku merasakan aman dan nyaman dalam satu waktu.

 

***


    Suatu siang yang cerah tiba tiba dunia mengalami darurat rasa tenang. Semua orang sedang ketakutan dengan munculnya suatu virus baru bernama Covid 19. Virus ini sudah merambat keberbagai negara di seluruh dunia. Namun setakut apapun manusia terhadap sesuatu. Ia akan mempunyai caranya sendiri untuk menyesuaikan diri karena manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk beradaptasi.

    Siang itu juga aku pulang kampung halamanku di daerah istimewa Yogyakarta. Aku berangkat terburu-buru. Tidak sempat bertemu teman-teman. Aku juga merasakan kekhawatiran dan ketakutan terhadap munculnya Virus ini yang dengan cepat telah menjadi Pandemi. Tiba tiba nama Arya kembali muncul di Otakku. Orang yang membuatku tenang ketika aku ketakutan.

    Seperti adanya telepati setiap aku memikirkannya. Aku kaget ketika aku membuka handpone ku tiba tiba nama nya muncul mengirimkanku pesan. Aku pun kaget ketika dia tau keberadaanku dimana. Karena aku tidak memberitahukan siapa-siapa tentang kepulanganku ke Jogja.

    “hai Ananta, Jogja Apa Kabar?” “Aku gak lagi di Jogja”

    “Terus dimana?” “Di Solo”

    “Kalau gitu, Solo apa kabar?”

    “Mmm, kamu nanya kabar Jogja, Solo, apa kabarku sihh” “Menurutmu?”

    Begitulah caranya berbicara kepadaku di media sosial. Tidak sama seperti aku bertemu dengannya secara langsung. Sangat membingungkan, ambigu, dan menggantung. Kalau mengutip puisi pak sapardi semua ini seperti dalam sepenggal puisinya yang berjudul ingin

    “Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu”

    “Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.”

    Semua yang ia berikan kepadaku ialah sesuatu yang hanya berupa kata kata, tapi bagaimanapun kata kata. Ia akan membekas dan bersemayam di hati seseorang yang membutuhkannya. Semua kata kata nya telah bersemayam dalam diriku. Yang berbuah rasa nyaman ku dan rinduku terhadap Arya. Tapi nihil. Semua hanya ada rasaku, dia sama sekali tidak mempunyai rasa terhadapku.

    Aku memutuskan untuk melupakan Arya. Pandemi ini membuatku lebih mempunyai banyak waktu untuk diriku sendiri. Keputusan yang aku ambil ialah untuk melupa. Seseorang pernah berkata bahwa “Enggak ada proses melupakan yang berhasil “ namun aku pastikan postulat itu salah. Karena aku buktinya. Aku akan melupakan dia dengan caraku. Yaitu, sebagaimana kata telah membuatku jatuh hati. Telah membuatku membayangkan untuk menjadikan Arya rumah. Maka sebagaimana kata juga aku akan mengakhirinya. Mempunyai banyak waktu luang di masa pandemi, yang aku bingung harus kuisi dengan apa. Maka Aku menuliskan semua tentang rindu-rinduku terhadap arya dan  menyatukannya dalam sebuah novel. Itu adalah caraku untuk melupa. Sudah rasaku aku nyatakan sudah selesai untuk Arya.



***


    Suatu sore aku pergi ke toko untuk membeli sesuatu. Ditengah perjalanan hujan begitu lebat sehingga aku berteduh disebuah tempat makan untuk menghangatkan badan dan kebetulan aku lapar. Setelah aku duduk, tiba tiba muncul sosok yang tidak asing, badannya yang tegap dan tinggi dan potongan rambut nya membuat aku ingat bahwa itu adalah Arya, sosok yang pernah aku rindukan, yang pernah aku ingat namanya selalu kembali disaat semua sudah selesai.

    Arya menghampiriku dengan senyum yang masih terlihat tenang . “Ananta, aku kesini untukmu, maaf waktu itu sudah membuatmu kebingungan atas sikapku yang acuh tak acuh, tapi asal kamu tau, sepanjang itu aku juga selalu memikirkanmu, namun aku belum yakin dan hari ini aku datang. Dan aku yakin kamu adalah rumahku”

    Aku spontan menangis, bagaimana mungkin dia datang begitu gampangnya. Setelah lama sekali meninggalkan aku, bagaimana mungkin aku  bisa kembali termakan kata katanya, orang yang sudah aku hapus namanya dalam rasa. Yang sudah aku tuntaskan semuanya dalam kata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16