Penolakan

 

Penolakan


“Gus, kenapa tampak murung begitu. Ada masalah?”

Bagus hanya diam, tidak menjawab.

Aneh. Ketika orang-orang senang melihat langit senja, kamu malah sedih.”

Bagus masih terdiam. Butiran air mata mengalun perlahan. Dia terjebak dilema apakah menceritakan masalahnya atau tidak. Sedangkan Fitri tidak menghiraukannya. Dia malah asyik menikmati keindahan langit senja. Dan dia percaya ketika Bagus punya masalah pasti akan cerita nantinya.

Ketika langit sudah gelap, orang-orang bergantian meninggalkan pantai. “Gus, ayo pulang. Hari sudah gelap.”

“Aku masih belum ingin pulang, Fit.” Bagus berkata pelan.

“Mau nongkrong dulu?”

Bagus menganggukkan kepala.

“Baiklah. Ayo ke warung kopi biasanya.”

Mereka berdua pun meninggalkan pantai.

***

Satu bulan yang lalu, tanpa diduga Bagus mendapatkan chat dari orang yang dia taksir belakangan ini. Nama perempuan itu Fairuz. Dia berada di jurusan yang berbeda dengan Bagus. Rapat koordinasi BEM fakultas mempertemukan mereka berdua. Kebetulan mereka sama-sama berada di departemen PSDM. Berulangkali Fairuz mengemukakan pendapat atau mengkritisi suatu kebijakan membuat Bagus terpana dengan sosoknya. Tanpa sadar, Bagus pun memendam perasaan pada Fairuz.

Fairuz menjadi koordinator acara pada acara ospek mahasiswa baru. Sebenarnya Bagus yang ditunjuk, tetapi karena dia sudah menjadi ketua di salah satu acara fakultas sehingga dia menolak. Agar tidak lepas tangan begitu saja, Bagus pun berkenan membantu merancang konsep acara ospek. Alasan itulah yang membuat Fairuz sering chatting dengan Bagus guna meminta pendapat.

Begitu acara ospek usai, chatting mereka masih berlangsung. Bagus tidak ada habisnya memikirkan topik pembicaraan agar percakapan terus berlanjut. Maklum, namanya juga PDKT. Namun, beda halnya dengan Fairuz. Dia menanggapi dengan biasa saja setiap chat dari bagus. Pada sebuah momen, Bagus memberanikan diri menanyakan kesediaan Fairuz untuk menjadi pacarnya. Centang biru pun muncul, tapi tidak kunjung ada balasan. Baru keesokan harinya pesan panjang mendarat di hp Bagus.

Gus, akan ku jawab pertanyaanmu kemarin. Maaf, aku tidak bisa menerimanya. Bukan berarti aku menolak, tetapi aku tidak ingin memiliki musuh semisal hubungan itu rusak suatu saat nanti. Aku juga pernah merasakan betapa sakitnya dikecewakan dan tidak ingin itu terjadi kembali. Mungkin sudah cukup kalau kita tetap chatting hanya sebatas teman. Selama ini, aku tidak ingin menyakiti perasaanmu dengan tidak membalas chat. Karenanya, aku mohon kamu jangan salah tangkap. Harap kamu juga memahami perasaanku.

Salam, Fairuz

Air mata sudah tidak bisa dibendung lagi. Bagus tidak menyangka harapannya akan sirna. Pesan itu hanya didiamkan saja. Kemudian, dia melempar hp ke sembarang arah dan menarik selimut untuk menutupi tangisannya.

***

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, Bagus dan Fitri akhirnya sampai di warung kopi langganan mereka, Kopi Merapi. Fitri juga sudah mengajak teman-teman yang lain barangkali ingin bergabung. Sebagian bilang menyusul dan sebagian yang lain tidak menanggapi. Kopi Merapi tidak begitu ramai. Banyak meja yang masih kosong. Mungkin, karena tidak pada hari libur sehingga sedikit pengunjung yang datang.

Bangunan yang terbuka membuat angin bebas keluar masuk. Ditambah lokasinya berada dilereng gunung membuat suasana dingin yang menusuk tulang. Meski Bagus dan Fitri sudah memakai jaket, tetapi mereka tetap kedinginan. Sedangkan, banyak pengunjung yang tidak memakai jaket atau pakaian tebal, tetapi mereka tidak terlihat kedinginan. Barangkali gelak tawa dan perbincangan yang mereka lakukan membuat hawa dingin tidak begitu terasa. Atau mereka sudah terbiasa dengan hawa dingin.

Melihat Bagus yang masih murung membuat Fitri berinisiatif mengambilkan sebungkus nasi untuknya. “Nih, makanan buatmu! Supaya tidak kelaparan ditengah hawa dingin begini.”

Bagus menerimanya tanpa bersuara dan memakannya dengan lahap. Fitri mengambil kembali satu bungkus nasi untuknya yang kemudian dia makan.

“Kamu sebenarnya ada masalah apa, Gus?” Tanya Fitri selesai makan.

“Hmm… bukan masalah serius sebenarnya, Fit.” Jawab bagus tidak semangat.

Kalau bukan masalah serius, kenapa kamu murung terus dari tadi?”

Coba baca pesan ini. Nanti kamu akan tahu sendiri masalahku.” Bagus menyodorkan hpnya pada Fitri.

Fitri membaca sekilas chat yang ditunjukkan Bagus. Dia tertawa setelah membacanya. “Oh, jadi ini masalahnya. Perasaanmu tidak dibalas begitu?”

Bagus hanya berdeham.

Aku tidak kenal dia, sih. Kalau boleh tau, kenapa kamu suka dengannya? Selidik Fitri.

Bagus gemas dengan pertanyaan Fitri. “Haduh Fitri. Namanya juga perasaan. Tidak tahu kapan datang kapan pergi. Tiba-tiba muncul begitu saja.

Fitri tertawa lagi.Akhirnya wajahmu menampilkan ekspresi yang lain.

Kini bagus merasa kesal. “Y”

Tawa fitri semakin kencang. “Perempuan masih banyak didunia ini. Jangan bersedih setelah baru ditolak satu perempuan. Lagian, masih kecil aja mikirin begituan.”

“Iya iya, Fitri yang bawel.”

Hahaha... makanya jangan gabut biar tidak kepikiran dia lagi.

“Terima kasih ya nasihatnya. Sekali kamu singgung dia ku kasih piring cantik, nih.” Bagus menyodorkan piringnya.

Kali ini mereka berdua tertawa bersamaan. Lima menit berselang, teman-teman yang lain datang. Meja tidak lagi sepi. Percakapan sambil sesekali candaan mengalir deras hingga tidak terasa sudah pukul sepuluh malam.

 

Sidoarjo, 07 Juli 2020

Naufal Hatta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16