Tolong Aku
Tolong Aku
Sebentar lagi pertunjukan bulan usai. Matahari masih canggung menampakkan dirinya . Gelapnya langit perlahan surut. Samar-samar terlihat keadaan sekitar tanpa bantuan l ampu-lampu yang sudah bekerja. Udara turut berperan serta, membawa hawa dingin yang senang bermain dengan bulu kuduk. Tidak mau ketinggalan, ketenangan suasana penonton pada kenyamanan mereka.
Lari. Rutinitas yang Alvin kerjakan dipagi hari. M engelilingi beberapa blok rumah Tetangga ATAU sekadar berlarian dihalaman rumah . Kaos oblong dan celana training selalu setia menemaninya. Tanpa sepatu, kaki-kaki telanjangnya terbiasa menjejak aspal. Alvin tidak lupa menyapa orang yang ditemui sepanjang jalan, termasuk ibu-ibu yang sudah memenuhi kebutuhan sehari-hari disalah satu toko. Sapaan balik atau senyuman menjadi balasan yang se lalu dia terima .
Usai berlari sepanjang 800 meter, Alvin istirahat diteras rumah . M enyelonjorkan kaki agar darah mengalir lancar dan tidak membuat varises. Ibunya Datang seberes berbelanja . Memberinya jajan kemudian melenggang masuk ke rumah.
Alvin masuk rumah begitu kakinya sudah tidak lelah . Dia langsung menuju kamar . Berbaring diatas kasur sambil bermain gadget . Menyibukkan diri dengan aktivitas didunia maya. Berbagai aplikasi media sosial dia buka . K etika Membuka Pesan, pikirannya terganggu. Rasa khawatir tiba-tiba saja menyelimuti ketika membaca sebuah pesan singkat.
(Aura) Tolong aku, Vin.
Jemari Alvin mengetikkan sebuah pesan
balasan . Dia tidak tahan dengan keingintahuannya . Namun, terhenti oleh suara keras yang mengganggunya.
Firasat buruk menguasai diri Alvin. Dia bergumam dalam hati, “Ada apa sebenarnya?”
***
Kakak memasuki kamar Alvin dan mendapati adiknya mengingau. Mengingat sudah subuh, dia langsung membangunkan adiknya. “Ada apa ada apa. Bangun ! S ekarang sudah subuh , ” k ata kakak Alvin.
Alvin berusaha
membuka kelopak matanya dan melihat kakaknya disamping kasurnya. Mimpi tadi
masih terngiang dalam pikirannya. Bingung. Dia memandang jam dikamarnya yang menunjuk pukul setengah lima.
Melihat
adiknya sudah bangun, kakak melanjutkan perkataannya. “Ayo cepat siap-siap. Ayah sudah menunggu dari tadi.
Gimana mau nikah kalau subuh saja masih dibangunin.”
“Iya, Mbak,” jawab Alvin lesu.
Alvin mendudukkan tubuhnya disamping kasurnya, mengumpulkan kesadaran. Dia mengingat jelas mimpi yang baru saja dialami. Tidak
bisa dibayangkan ketika itu nyata terjadi. Aura adalah sosok yang dikaguminya secara
rahasia.
“Dek, ayo
cepat!” Suara kakak
membuyarkan lamunannya. Dia langsung menuju kamar mandi dan bersiap salat.
Alvin membuka gadget sekembalinya dari salat.
Mengecek apabila ada pesan penting masuk. Tidak ada satu pun pesan dari perusahaannya. Mungkin karena hari libur sehingga waktunya lepas
sejenak dari pekerjaan. Hanya
ada satu pesan dari Martha yang mengajaknya
makan malam. Setelah membalas pesan,
dia keluar rumah untuk berolahraga.
***
Separuh hari terlewati, menyisakan malam untuk ditelusuri. Alvin bersiap-siap untuk makan malam dengan Martha sesuai janjinya tadi. Mereka sering melakukannya melihat jarak rumah Alvin dengan Martha dekat. Mengerjakan tugas bersama semasa mahasiswa dulu dan sekadar
bertemu kala
sudah bekerja.
Kafe didekat kota menjadi tempat nongkrong mereka kali ini. Meski jaraknya jauh, disana lah kafe terdekat yang menyediakan wifi.
Kafe-kafe didekat rumah mereka tidak ada yang
menyediakan wifi, mungkin karena berada didesa. Atau mungkin kafe disekitar rumah mereka membiarkannya
demikian agar budaya mengobrol tidak hilang tergantikan budaya asik dengan gadget
masing-masing.
Karena kasir berada disebelah
pintu masuk, pengunjung yang datang memesan terlebih dahulu makanan atau minuman sebelum mencari tempat duduk. Martha bagian memesan menu dan Alvin mencari tempat duduk. Karena sering datang
kesini,
Martha tidak kebingungan lagi memesan menu untuk Alvin.
“Tidak ada proyek lagi sekarang?” tanya Martha sambil duduk dihadapan Alvin.
“Ada. Tapi sedang libur sekarang.” Jawab Alvin.
“Tumben, biasanya hari libur kamu tetap sibuk.”
“Ya, karena pimpinanku sedang ada keperluan diluar kota
sehingga diberi hari libur.”
Martha tertawa pelan. “Akhirnya kamu jadi ada waktu luang untukku.”
Alvin menatap Martha dengan
wajah sinis. Tak lama kemudian, pelayan datang membawakan pesanan mereka dengan nampan
yang dipegang kedua tangannya.
Alvin menyeruput kopi susunya. “Katanya kamu akan menikah, kapan itu?”
Martha kaget mendengar
pertanyaan itu. “Darimana kamu tahu rencana
itu?”
Kali ini
Alvin tertawa, “Aku kan teman dekatmu. Pasti tahu lah sekalipun kamu
merahasiakan.”
“Dasar. Emm... dua bulan lagi aku akan menikah. Minggu depan rencana
menyebarkan undangannya.”
“Wah, selamat ya.”
Martha tersenyum. “Terima kasih. Nanti kalau nongkrong aku bawa suamiku.”
Mereka
tertawa bersama.
Martha kali
ini menyelang bertanya, “Kalau
kamu, sudah punya calon belum?”
Alvin terdiam, tidak bisa
menanggapi.
“Oh, masih belum move on dari dia?” kata Martha
sambil tertawa.
“Eh, bukan gitu. Aku….” Alvin tidak meneruskan berbicara
karena gugup.
“Jadi kamu belum tahu beritanya?”
Alvin kebingungan. “Ha? Berita
apa?”
“Kamu sih, anti ghibah club.” Martha kembali tertawa.
“Ish. Apa sih.” Raut muka Alvin berubah kesal.
Martha
berusaha menahan tertawanya, “Aura yang kamu kagumi dari dulu belum menikah. Yang mengagetkan lagi, Niam
yang menjadi pacarnya selama ini baru saja menikah.” Martha berhenti menjelaskan dan meminum jus apelnya. “Kalau kamu masih suka sama Aura, mungkin masih ada kesempatan untuk mendekatinya.”
Perasaan Alvin tidak karuan,
antara sedih, kecewa, marah, dan senang. Bercampur menjadi satu dan membuatnya
terbenam dalam lamunan. Barangkali mimpi yang dialaminya tadi menjadi sebuah pertanda.
“Vin, jangan
melamun. Nanti kesurupan loh.”
Alvin hanya terkekeh.
“Ayo pulang. Ibuku menyuruh
pulang dan minta dibelikan nasi goreng.”
Mereka berdiri dan melenggang keluar kafe.
***
Didalam kamar, Alvin merenungi
perkataan Martha. Dia baru tahu Aura
ditinggal menikah oleh Niam. Semasa kuliah, mereka
terlihat sangat dekat dan berkomitmen. Namun, takdir berkata lain. Sempat rasa marah dan kecewa pada Niam terlintas dalam pikiran Alvin. Segera saja dia enyahkan
karena tidak mengetahui alasan pastinya. Bisa saja faktor orangtua yang
seharusnya dipertimbangkan lebih matang kembali.
Alvin memberanikan chat
dengan Aura setelah sekian lama
tidak berkomunikasi. Mengawali dengan basa-basi singkat sambil
mencari momen yang pas untuk bertanya. Karena orang yang terluka
apabila ditanya mengenai lukanya dapat memperparah keadaannya. Setelah merasa cukup akrab, dia
memberanikan diri bertanya. Aura menjawab dengan tenang seolah menerima dengan lapang.
Aura menjelaskan beberapa bulan yang lalu
Niam bertingkah aneh. Niam seolah menunjukkan ketidakcocokan dengan aura.
Karena hubungan yang tidak sehat ini, mereka pun berpisah. Aura kaget ketika Niam mendapatkan kekasih baru dan langsung menikah. Satu bulan bersedih,
kecewa, dan berpikiran buruk tentang Niam hingga akhirnya belajar menerima
dengan lapang.
Alvin yang sedari
dulu memendam rasa pun mengutarakannya pada
aura. Dia senang karena beban perasaan
itu tersampaikan juga. Lama sekali Aura
tidak menjawab chat-nya. Alvin sedikit mengetahui apa yang
dirasakan Aura, takut
dikecewakan lagi. Dia mengetikkan beberapa kata untuk meyakinkan Aura.
Aku berjanji
akan menikahimu √√
Aku akan
datang ke rumahmu besok √√
Sidoarjo, 20
Juli 2020
Naufal Hatta
Mantappp ��
BalasHapuskereeennn
BalasHapus