Pengganti
Pengganti
Jarum pendek jam berhenti di angka sepuluh, menandakan malam yang kian pekat. Tak terasa, sebelas jam praktikum berlangsung
hari ini. Tubuh mengeluh lelah setelah
berjuang seharian. Pinggang
terasa nyeri, tangan
berkali-kali meminta istirahat, dan mata capek berakomodasi. Waktu istirahat yang kurang menjadi
alasan. Tekanan maupun tuntutan menambah beban pikiran dan membuatnya semakin stress dan berantakan.
Dosen pembimbing mengisyaratkan untuk menyelesaikan pekerjaan
hari ini. Namun,
apabila tidak selesai, bisa dilanjutkan besok. Praktikum hari ini pun selesai. Huft. Aku langsung
berbaring dikasur. Tubuh
terasa merdeka setelah dijajah lelah. Beban pikiran sedikit
terangkat. Waktunya
mengistirahatkan tubuh yang penat. Semoga esok praktikum tidak terlalu berat.
Keesokan hari, jam praktikum tidak
seperti biasa. Kali ini dilakukan siang hari. Hal ini terjadi karena pagi ada
seminar nasional. Mundurnya jadwal membuat tubuh kian malas. Beruntungnya, praktikum hari ini hanya melihat
video sehingga tidak terlalu melelahkan. Sekitar lima belas menit
pemutaran video usai. Praktikum dilanjutkan dengan menyelesaikan pekerjaan yang
belum rampung. Mahasiswa berpisah menjadi kelompok-kelompok kecil bersama
dengan dosen pembimbing masing-masing. Karena pekerjaan tinggal sedikit, aku
santai saja sambil menunggu teman-teman lain.
“Siapa ketua kelompoknya, ya?” Sebuah suara
memecah keheningan. Suara itu berasal dari salah seorang pembimbing bernama Dokter
Cece. Total pembimbing
tiap kelompok bervariasi, antara tiga sampai empat orang. Kelompokku sendiri memiliki tiga pembimbing.
“Saya dokter.” Jawabku singkat.
“Kenapa kemarin kamu tidak menginfokan kalau sekarang ada
kelas?”
Aku kaget. Karena terlalu fokus pada pekerjaan kemarin
malam, sehingga lupa
memberikan informasi ada kelas tambahan. “Maaf dokter, kemarin saya lupa.”
“Cukup kejadian ini terjadi kemarin saja. Selanjutnya, jangan sampai terjadi lagi. Kalau di spesialis, kamu pasti sudah dimarahi
dokter-dokter,”
kata Dokter
Cece dengan nada sedikit
marah.
Aku hanya diam tanpa berani membantah. Melihat ekspresi
teman-teman lain yang tidak
peduli dan memilih fokus pada kerjaan mereka, membuatku marah. Namun, aku berusaha mengendalikan
diri.
“Kami kemarin dapat informasi kalau
ada kelas dari teman-teman spesialis. Kami sampai kebingungan dan merasa digantung, ada kelas atau tidak. Kelasnya pagi
atau siang. Ini tidak hanya berlaku untuk Raihan saja, tapi semua anak. Jangan
sampai kejadian ini terulang lagi ke orang lain!”
“Iya dokter, mohon maaf sebelumnya.” Hanya itu yang dapat keluar dari lisanku.
“Sekarang dilanjutkan mengerjakannya. Kalau sudah, boleh langsung keluar zoom.”
“Baik dokter.”
Harapan yang aku inginkan tidak sesuai rencana. Ternyata, masih ada masalah yang menguji mental
hari ini. “Aaahh….. Kurang sedikit lagi praktikum blok ini usai,” batinku dalam hati.
Satu jam berlalu, akhirnya kerjaanku selesai. Sebelum aku
keluar zoom, ada pemberitahuan mengenai laporan yang harus dibuat.
“Haduh, cobaan praktikum masih belum selesai saja.”
“Laporan dikumpulkan paling lambat besok malam. Semua laporan praktikum disatukan
dalam satu file. Dikirim ke email yang telah diberitahukan
kemarin.” Dokter
Cece memberikan arahan
mengenai laporan praktikum.
“Baik dokter, terima kasih.” Ucapku dan teman-teman bersamaan.
Keluar dari zoom, aku langsung berbaring.
Merenggangkan kedua tangan dan kaki. Aargh… Masih ada tiga laporan lagi yang belum
aku buat. Belum lagi, menyatukan semuanya dalam satu file. Itu membutuhkan waktu yang cukup
lama. Terpaksa,
aku mengorbankan waktu nongkrong demi mengerjakan laporan.
Sampai malam tiba, kurang satu laporan yang belum ku kerjakan. Tubuh
sudah tidak kuat lagi. Aku
berencana mengerjakannya besok sekalian menyatukan semuanya. Sekarang, waktunya tidur.
***
Hari libur tiba. Laporan beres dikirim kemarin. Beban terasa terangkat. Pikiran tidak
lagi suntuk. Kebebasan kembali
karena tidak ada lagi tanggungan praktikum. Terbesit keinginan pergi ke warung kopi. Menyesap kopi hitam yang akan membawaku pada ketenangan. Misalkan ada teman-teman yang ikut,
perbincangan dan candaan bersama mereka menjadi obat ampuh melupakan pikiran
dan beban tentang perkuliahan.
Ayo ngopi
Tak enteni nang majelis
Kopine luwih siji
Sebuah pesan WhatsApp yang ku
terima. Kebetulan
sekali. Keinginan terwujud kali ini. Inilah yang aku katakan sebagai pengganti. Dari yang merasa susah menjadi mudah. Pusing
menjadi tenang. Marah menjadi senang. Sebuah rahasia dari pertemanan.
Naufal Hatta
Mantullll
BalasHapusmantapp banget karya temanku ini
BalasHapusBagus banget
BalasHapusMantappp, the best pokoknya 👍🏻
BalasHapusKeren 👍🏻, tetap semangat berkarya.
BalasHapusMantul lah
BalasHapusYuuhuuu. Lanjutkan
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapushayo knp di hapus komennya?
HapusIs the best
BalasHapus