Panggil Dia Bella
Panggil dia Bella, 12 juli 1998. Entah lahir dimana tapi menetap di Jepara dan
keluar mencari impian di Yogyakarta, dimana kota yang aku harap bisa melupakannya. Aku
pernah merajut asa dengan gadis bersenyum manis itu, lentang suara yang anggun kerap
kali aku dengar dikala terselip di perbincangan jarak jauh yang terkadang canggung. Dia
yang aku temukan di aplikasi facebook waktu gerimis turun bersama Indra, kawan sekelasku kala itu. Aku masih ingat betul saat tawar menawar meminta nomer
ponselnya yang akhirnya aku menangkan dengan meringkik. Seusai itu kita sering
bertukar kabar lewat media sembari tertawa atas tingkah perbincangan kita.
Sering di kala kita berbincang aku umpankan kepada teman di sebelahku. Percayalah aku sering kehabisan kata di kala itu.
Hari berganti bulan dan kita semakin
akrab di waktu itu. Dan di kemudian hari aku merasakan jatuh hati untuk pertama kali. Kelas IX SMP. Ya! aku masih ingat betul tubuh mungil kerdil benar-benar merasakan asmara
untuk pertama kali di dunia. Seperti orang pada umumnya jiwa penasaranku bergejolak,
ku telusuri facebooknya, meminta pertemanan orang dekatnya, mencari lelaki yang
mendekatinya, menyimpan foto-fotonya, ya seperti itulah. Aku rasa kalian paham betul.
Singkat cerita atas jatuh bangun yang aku rasakan tuhan membiarkan aku untuk
menjalin rasa dengannya. Do'a-do'aku terkabul kecuali satu, yaitu bertemu. Tapi aku masih
memegang teguh menjadi manusia paling haha hihi di dunia. Dia dengan bangganya aku
ceritakan kepada teman tongkronganku, dengan bangganya aku memamerkan,
menyanjung, membanggakan tanpa rasa pikir panjang. semudah inikah jatuh hati Tuhan? Dan akhirnya aku lulus sekolah terlebih dahulu karna kita berjarak satu tahun, aku lebih
tua, Kita beda sekolah; beda desa tapi masih satu kota dan belum pernah berjumpa, mungkin
karna masih kecil pikirku untuk dia dengan sikap malu untuk bertemu.
Hari masih berlanjut, aku semakin tau tentang dia atas bocoran teman dekatnya.
Pernah aku dengar dia penyuka bakso, cilok, siomay dan es teh sebagi teman
pelepas dahaga. Entah itu benar atu tidak. Aku tau itu dari teman dekatnya. Pada akhirnya
kita terpisah, aku masuk ke dalam salah satu pesantren di kota Jepara sendiri. Waktu berlalu, kami masih menjalin hubungan atas nama perasaan tanpa ada
pertemuan, Layaknya orang dewasa aku slalu mendoakan entah apa saja tentang dia, Sampai
di kemudian hari aku mendapat kesempatan untuk mengabarinya secara diam diam
lewat hp kaka kelasku. Aku mengantri untuk dapat giliran, maklum saja tak satupun hp di
perbolehkan masuk ke dalam asrama, jadi kita diam-diam untuk melakukannya,
“Assalamualaikum ini aku Angga. Bagaimana kabarmu?”
-Oh iya aku mencatat nomer hp-nya sebelum aku masuk asrama dan aku simpan dalam dompet tak lupa juga dengan
fotonya. Tak lama aku di panggil temanku, balasan singkat berkalimat
“W'aalaikumsalam. hay cung, aku kangen.”
Jlebbb! bibirku tertarik ke atas membentuk senyumku makin lebar. Seorang anak
kecil haha hihi karna jatuh hati. iya! Itu yang aku alami.
Hingga suatu saat aku pulang karna mendapat jatah libur bulanan, itu penyebab
jalan cerita kita putus karna keegoisanku untuk memaksa bertemu. Aku ingin membawa
kisah ini menjadi nyata, aku ingin membawa kisah ini benar-benar nyata karena aku benar-benar tenggelam dalam rasa. ya! Seperti itulah yang akan terjadi hingga suatu hari aku
mencoba menelfonnya untuk mengajak kembali merajut asa, tapi naas tangisanku tak
merubah apapun dan aku semakin kacau di kosanku -kebetulan saat itu aku sedang
menjalani PKL di salah satu stasiun radio di kota Semarang.
Tahun berlalu aku melanjutkan kuliah di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Dua tahun kemudian do'aku kembali terkabul atau Tuhan memberi kesempatan kita
bertemu. 7 januari 2018. Pertama kali aku menemuinya. Minggu pagi dengan campur aduk
dalam hati. Aku memboncengkan dia dengan hati-hati. Aku masih ingat betul setapak demi
setapak langkah hari itu bersamnya. Tak bisa aku perjelas dan aku ceritakan
karena aku sibuk memandang. Aku masih sibuk mengobrol dengan sang pencipta, mengajukan proposal-proposal
keinginan yang belum dia kabulkan, tentang sepotong rindu dan kuharap di titik temu. Langit makin gelap dan turun pula hujan sore itu bak seperti di dunia sinetron dan
perfileman menemani kita turun menyelusuri candi Ratu Boko. Gerimis merintik dan
nyanyian yang kluar dari sela sela bibirnya mengiringi kita menuju kota, sesekali aku
tawarkan jas hujan dan dia masih keras kepala tak mau mengenakan. Tuhan sangat baik
hati hari itu, jantungku berdebar penuh syukur dan rasa tak percaya atas hikmah yang dia
berikan.
Ini perasaan yang aku cari selama ini, ketenangan dan ketentraman tak perlu
bicara hanya duduk dan bertatap muka itu sudah menjawab semuanya. Sudah lama aku
berlabuh, pulau-pulau aku singgahi dan aku hampiri kala dulu saat kita tak bersama lagi,
tapi mau bagaimana semua tak bisa di paksa, perubahan pesat terjadi begitupun hatinya.
tamparan demi tamparan kalimat menyadarkanku. Semua sudah berubah begitupun
hatinya dan kalimat keras. Kita tak akan mungkin lagi bersama karena pada dasarnya keadaan menuntutku untuk kembali seperti semula, Hamparan
jogja dan aku harus berpura-pura kau tidak ada. Satu hal lagi, dia pernah berbicara kepadaku perihal seorang lelaki dengan kesungguhannya setelah 4 bulan berjalan, dan aku bertahun-tahun tetap bertahan. Lucu
bukan? hahaha. Dan akhirnya semua akan kembali seperti dulu kala,. Bak orang asing
yang kadang bercakap kalu ingin bersambat.
“Sejak saat itu senja tidak lagi tersenyum dia hanya menyapa lalu pergi begitu saja”
-Penggemarmu
Komentar
Posting Komentar