Review Buku Fiksi; Bumi Manusia


Oleh: Ahmad Faiz Muzaki



Identitas Buku
1. Judul Buku : Bumi Manusia
2. Penulis : Pramoedya Ananta Toer
3. Penerbit : Lentera Dipantara
4. Cetakan : ke-31
5. Tebal Buku : 552 halaman
6. Tahun Terbit : 2019

Sinopsis Buku
Roman klasik yang berlatarbelakang pada masa kolonial Belanda kisaran awal abad-20 sangat menarik untuk diketahui isinya. Di dalamnya terdapat konflik kebudayaan, strata sosial, politik, hukum, dan sebagainya dikemas dalam sebuah mahakarya yang begitu fenomenal. Roman ini menggambarkan suasana atau kondisi bumi Nusantara pada akhir abad-18—awal abad ke-20. Pada masa itu memang sedang gencar-gencarnya pergerakan kerakyatan yang dikenal dengan istilah Kebangkitan Nasional. Setting tempat yang diambil meliputi kota Surabaya dan Wonokromo serta beberapa kota sekitarnya di wilayah Provinsi Jawa Timur. Berawal dari tokoh Minke seorang pribumi dan juga siswa H.B.S., sebuah sekolah Belanda yang pada saat itu cukup terkenal karena yang mampu bersekolah di sanabiasanya anak-anak dari kalangan bangsawan atau priyayi setempat serta orang-orang Eropa termasuk orang Belanda itu sendiri. Seluruh kalangan masyarakat pada saat itu tahu bahwa untuk bisa bersekolah di H.B.S., kalau bukan totok (orang asli Eropa) atau Indo (campuran), pastilah si pribumi dijamin akan mendapatkan sebuah kedudukan yang cukup tinggi. Lain halnya dengan Minke—pribumi itu sendiri—dia tak pernah mengakui akan jaminan tersebut.

Sebagai seorang pribumi yang sedang mengenyam pendidikan di H.B.S., Minke diakui sebagai sosok yang mahir dalam membaca maupun menulis dalam bahasa Belanda tidak kalah dengan teman-temannya yang lain dari kalangan totok. Kendati demikian karena dia mendapat pengajaran langsung dari orang-orang Belanda itu sendiri, maka tidak usah heran bila dia berlaku demikian. Suatu ketika dia diajak oleh seorang teman sekelasnya untuk berkunjung ke sebuah rumah mewah sekaligus perusahaan terbesar di wilayah tersebut. Rumah tersebut dikenal sebagai rumah yang tak pernah dimasukinya dan diyakini sebagai rumah milik orang Belanda. Atas kunjungannya tersebut, Minke mulai mengenal putri bungsu seorang gundik yang biasa dikenal dengan Nyai Ontosoroh. Putri yang terkenal akan kecantikannya tersebut bernama Annelies Mellema. Sebagai tamu istimewa, Minke si pribumi takjub akan kecantikan putri seorang Nyai tersebut. Bahkan boleh dikatakan, dia mulai jatuh cinta kepadanya. Dari sinilah, sebagai tokoh sentral, awal kisah mereka dimulai dengan berbagai hiruk pikuknya bumi manusia saat itu. Terdapat beberapa sepenggal kalimat bijak yang menjadi inspirasi saya:

Seseorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.” 

Buku ini terkesan cukup radikal sebab berani menampilkan kebobrokan orang-orang Eropa khususnya Belanda atas perilakunya yang tidak sesuai dengan kapasitas intelektualnya yang terbilang cukup hebat. Melalui buku ini, kita akan diperkenalkan konteks saat masa-masa kolonial, sebuah potret seorang pemuda sebagai sosok terpelajar yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, menimba ilmu dari metode orang Eropa akan tetapi, di kemudian hari dirinya sangat kecewa atas ketidaksesuaian dalam sikap atau perilaku mereka, di sisi lain dirinya sendiri juga geram dan resah atas masyarakat dengan adat pribumi serta mindset yang mengekang terjadinya terobosan pada saat itu. Buku ini juga sekilas akan menampilkan sosok sebenarnya Eduard Douwes Dekker atau biasa dikenal dengan nama Max Havelaar. Dari tokoh fiksi sejarah Indonesia inilah yang melandasi lahirnya karya-karya Pram yang ketika kita membacanya secara tidak langsung akan menghipnotis kita semua khususnya Bumi Manusia.

Bumi manusia merupakan satu dari empat serial roman Tetralogi Buru. Ketiga serial lainnya berupa: Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Tetralogi Buru tersebut ditulis oleh seorang Pram saat ia diasingkan ke Pulau Buru (Maluku) karena ia dituduh terlibat peristiwa G30S PKI atau Gestapu oleh Pemerintah Orde Baru tanpa melalui proses pengadilan. Diriwayatkan, buku ini telah beredar luas ke seluruh dunia dan diterjemahkan ke dalam hampir 34 bahasa. Berkat karya besarnya, Pram pernah menjadi kandidat Peraih Nobel Sastra Internasional. Di Australia, Amerika Serikat, sampai Filipina buku-buku Pram diajarkan ke siswa sekolah. Hanya satu negara besar yang tidak mengajarkan karya Pram ke generasi muda dan siswanya, yaitu Indonesia.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16