Menguji Independensi Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang bersifat independen. Salah satu kewenangan yang saya ketahui adalah memutuskan hasil sengketa pemilihan umum yang telah berlangsung. Kendatipun, lembaga ini sudah sangat jelas independensinya yakni tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun baik oleh rakyat itu sendiri maupun para elite politik yang kini sedang berkuasa.
Saat ini lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya. Mendengar dan menerima gugatan yang diajukan oleh para penggugat maupun yang tergugat. Tentu hal tersebut sudah seharusnya dijalankan berkaitan dengan tugas Mahkamah Konstitusi. Hasil dari pernyataan maupun bukti-bukti yang dibeberkan oleh penggugat tentunya akan dianalisis terlebih dahulu sedemikian rupa dan mempertimbangkan berbagai pernyataan yang disampaikan pula oleh yang tergugat.
Pemilu tentunya bukan pesta yang biasa. Sebelum, ketika, maupun setelah pelaksanaannya pun tidak mudah bagi suatu negara yang menganut sistem ajaran demokrasi. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pemilu tentu menjadi momok masyarakat agar tidak bisa menerima hasil begitu saja. Kenyataannya, sudah banyak terdapat kejanggalan yang ditemukan oleh sebagian masyarakat yang menjadi petugas atau saksi pada pemilu yang lalu. Misalnya saja, beberapa waktu lalu ada media massa yang mengabarkan bahwa telah ditemukannya surat suara yang telah tercoblos sebelum pemilu berlangsung pada suatu daerah yang terletak di Malaysia. Hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja sebab akan menjadi pemicu terjadinya ketidakharmonisan antar warga negara yang ingin menjalankan pesta demokrasi secara adil dan jujur.
Kecurangan-kecurangan yang terjadi di berbagai pelosok daerah sangat tidak merepresentasikan suatu bangsa yang demokratis. Kalau boleh saya ingin katakan bahwa hal tersebut dapat mencederai demokrasi. Rasa malu, sedih, dan marah bercampur aduk menjadi satu bukan karena sistem yang dianut oleh negara ini, melainkan perilaku kecurangan tersebut sangat bertentangan dengan etika maupun moral. Bagaimana bisa hampir sebagian besar rakyat berteriak-teriak mengaku sebagai bangsa yang paling demokratis, namun kenyataannya semua itu jauh dari kata demokratis. Tentu kita semua sepakat jika suatu perkataan yang tidak sesuai dengan perbuatan adalah suatu kebohongan atau omong kosong belaka.
Terkait sidang yang tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa hasil pemilu, izinkan saya berkomentar secara singkat. Jalur ini merupakan jalur terakhir untuk menentukan siapakah sebenarnya yang akan menang dan terpilih secara de facto menjadi kepala negara maupun pemerintahan selama 5 tahun ke depan. Beberapa waktu lalu, saya sempat melihat dan mendengarkan himbauan dari salah satu pasangan calon presiden bahwa pendukung dan simpatisannya tidak perlu berbondong-bondong untuk datang ke sekitaran lingkungan gedung Mahkamah Konstitusi demi kelancaran proses sidang yang akan dilaksanakan. Di satu sisi, saya berpandangan bahwa himbauan itu tentu bermaksud baik karena dikhawatirkan adanya okum tertentu yang ingin merusak niat baik sehingga dapat memicu kerusuhan yang mana hal tersebut sudah barang tentu memperkeruh keberlangsungan suasana dan kondisi sidang. Menurut hemat saya bahwa oknum tertentu atau bisa kita sebut sebagai pihak ketiga dengan sengaja ingin memanfaatkan moment tersebut agar suasana menjadi tidak kondusif bahkan berujung pada tindakan anarkis atau kekerasan. Tentulah saya dan terlebih lagi para pembaca yang budiman sangat tidak menghendaki adanya kejadian tersebut. Akan tetapi, di sisi lain saya beasumsi kalau perlu agar kiranya rakyat untuk datang ketika proses sidang sedang berlangsung walaupun hanya berada pada sekitaran gedung Mahkamah Konstitusi. Keperluan rakyat untuk datang bukanlah semata-mata untuk mendukung salah satu pasangan calon yang dipilihnya, melainkan rakyat itu sendiri ingin mencari tahu seberapa besarkah kekuatan independensi terhadap lembaga kehakiman tertinggi di republik ini. Sadarkah wahai pembaca? Bahwa tujuan utama atas datangnya sebagian rakyat ke sana ialah tiada lain untuk mendukung lembaga Mahkamah Konstitusi itu sendiri dalam mengambil keputusan yang berlandaskan asas keadilan atas nama rakyat Indonesia.
Saya ingin mengatakan sekali lagi terkait soal hadirnya rakyat ke sekitaran gedung Mahkamah Konstitusi bukan semata-mata ihwal Jokowi ataupun Prabowo melainkan etika moralitas warga negara sebagai suatu bangsa yang adil dan beradab. Sekali lagi, ini bukan kepentingan semata, tetapi ada hal yang jauh lebih penting dan besar yaitu keadilan. Mahkamah Konstitusi sebagai jantung hati rakyat sudah seyogianya memperjuangkan rasa keadilan yang selalu didamba-dambakan oleh rakyat.
Di penghujung tulisan ini saya ingin memberikan sebuah pesan untuk para hakim Mahkamah Konstitusi. Anda perlu melihat dan mendengar suara hati rakyat. Dalam memutuskan hasil sengketa ini diakui tidaklah mudah, akan tetapi ada baiknya bila Anda jangan hanya menerima maupun mendengar berbagai gugatan atau bantahan dari penggungat maupun yang tergugat. Anda perlu juga menerima dan mendengar pihak ketiga dalam hal ini tentulah rakyat. Keberpihakan Anda pada rakyat adalah bukti otentik bahwa lembaga kehakiman ini benar-benar teruji independensinya. Percayalah, setiap kebijakan dan keputusan Anda selalu diawasi oleh rakyat. Keberpihakan Anda sedikit saja terhadap salah satu pasangan calon amat sangat melukai hati seluruh rakyat Indonesia. Keputusan Anda akan sangat ditentukan oleh kepada siapa Anda berpihak.
Karang Tengah, 14 Juni 2019
Ahmad Faiz Muzaki
Mantap bah
BalasHapusMantap bah
BalasHapusTerimakasih kakak��
BalasHapus