Menjemput Hijrah Karena DIA

Oleh : Eva Dwiyanti Lestari

Setiap orang mempunyai masa lalu, bahkan masa lalu yang paling menyedihkan dan menyakitkan sekali pun. Masa lalu yang jika direnungkan penuh dengan dosa, penuh dengan kesalahan, dan selalu membuat air mata menetes ketika sujud di sepertiga malam. Saya tidak pernah berpikir bisa hijrah sampai sejauh ini, meninggalkan semua kesenangan dunia, meninggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah dan pada akhirnya saya harus mengakui bahwa saya menjemput hijrah karena DIA.
Awalnya saya tidak pernah berniat untuk hijrah, tidak pernah ada niatan dalam diri saya untuk menggunakan hijab. Menurut saya percuma saja memakai hijab jika akhlak dan perilaku masih buruk. Ditambah saya melihat orang yang menggunakan hijab banyak yang pacaran, berduaan dengan yang bukan muhrim, pegangan tangan, jalan berdua dan bermesrah-mesrahan didepan umum. Ini  yang membuat saya tidak mau berhijab, karena apa bedanya orang yang menggunakan hijab dengan orang yang tidak menggunakan hijab. Hanya pakaiannya yang berbeda. Orang yang berhijab memang menjaga auratnya tetapi banyak juga orang yang berhijab tidak bisa menjaga perilakunya. Saya juga tidak suka dengan wanita yang memakai cadar, berpakaian serba hitam, gamis panjang, kerudung panjang karena dipikaran saya melihat seperti itu seperti saya melihat  teroris, yang membunuh orang dengan alasan jihad dan membela agama Allah. Saya paling tidak suka dengan ini, melakukan kejahatan dan bersembunyi dibalik kata agama. Hal ini yang membuat saya tidak suka kepada orang yang menjaga auratnya tapi prilakunya tidak dijaga.
Sebenarnya saya tau memakai hijab dan menutup aurat adalah wajib untuk wanita muslim yang sudah baligh. Saya sering mendengar ceramah di masjid, di televisi yang menyinggung tentang hijab. Mereka selalu mengatakan hijab itu wajib hukumnya, wajib untuk wanita muslim, bahkan tidak jarang banyak dari mereka yang  menjudge negatif wanita yang tidak berhijab,bahkan ada yang menyinggung “ wanita yang berhijab saja belum tentu masuk surga, bagaimana dengan wanita yang tidak berhijab?”. Seperti menganggap wanita yang tidak berhijab sangat buruk  dan sangat di benci oleh Allah.Terkesan terlalu memandang buruk wanita yang tidak berhijab,  padahal bukan kah Allah tidak pernah berprasangka buruk terhadap hambanya tetapi  mengapa masih banyak orang yang memandang wanita yang tidak berhijab sangat buruk dihadapannya.
Banyak yang memaksa saya untuk memakai hijab, mereka menasehati tetapi  terkesan memaksa saya untuk memakai hijab, menggurui saya dan menganggap mereka orang yang paling benar di hadapan Allah karena sudah mengenakan hijab, bahkan ada salah satu teman yang perkataannya sangat menyinggung perasaan  saya “ Buat apa pintar, Cantik,  tetapi gak berhijab, Allah gak butuh itu “ dengan wajah yang  sangat sinis dia menatap saya. Sempat terbersit di pikiran saya “sebegitu buruk kah orang yang tidak berhijab? Apakah Allah membenci saya karena tidak menuruti perintahnya? Apakah semua kebaikan saya di dunia akan sia-sia karena saya tidak menggunakan hijab?”. Pertanyaan-pertanyaan yang mulai muncul di pikiran saya. Tetapi disisi lain saya melihat keluarga saya tidak ada yang berhijab. Ibu, kakak, tante tidak ada yang berhijab dan mereka  biasa saja, dan saya melihat teman-teman di lingkungan rumah tidak ada yang menggunakan hijab bahkan teman dekat saya sendiri pun tidak menggunakan hijab dan mereka santai saja seperti bukan hal yang besar yang harus dipermasalahkan. Sedangkan saya seperti dihantui oleh rasa bersalah, pikiran dan perasaan saya campur aduk saat itu, saya butuh seseorang yang bisa menjawab semua pertanyaan saya dan yang mau menasehati saya tetapi tidak seperti menggurui dan memaksa.
Pada akhirnya Allah menjawab seluruh kegelisahan saya, Allah pertemukan saya dengan dia, sosok laki-laki yang berpengaruh besar terhadap hidup saya, dia hadir memperbaiki hidup saya dengan cara yang sederhana. Laki-laki itu bernama Muhammad Farhan Imani.  Dia adalah teman saya waktu SMA. Dari dia saya belajar bagaimana menjadi wanita yang sesuai dengan syariat Islam, yaitu dengan menutup aurat. Dia tidak pernah menggurui saya dan tidak pernah menggap dirinya selalu benar karena ilmu agama yang dia kuasai, dia juga tidak pernah memaksa saya untuk menutup aurat, dia menasehati saya dengan pembawaan yang santai dan sederhana. Walaupun saya tau dia anak seorang ustadz, tinggal dilingkungan pesantren dan mempunyai bekal ilmu agama yang cukup, tetapi dia tidak pernah menjaga jarak dengan siapa pun, dia berteman dengan siapa saja tanpa memilih-milih.
“Ketika kamu mencari seorang laki-laki untuk  dijadikan pasangan, maka lihat lah bagaimana dia memperlakukan ibunya. Jika dia memperlakukan ibunya dengan baik maka dia juga akan memperlakukan kamu dengan baik. Dan kamu juga harus ingat, laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, dan wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan wanita yang baik sudah pasti menutupi auratnya”. Nasihat pertama yang membuat saya merasa ditampar habis-habisan. Dia juga selalu menasehati saya dengan kisah-kisah wanita-wanita luar biasa pada zaman Rasulullah dengan pembawaan yang santai tetapi serius. Lagi-lagi saya dibuat luluh olehnya.
Semenjak mengenal dia saya semakin tertarik untuk menggunakan hijab, persepsi negatif saya kepada wanita yang bercadar lama kelamaan mulai menghilang, bahkan sekarang saya menjadi tertarik untuk menggunakan pakaian gamis, kerudung panjang dan InsyaAllah mengenakan cadar pun saya sudah mulai tertarik. Dia memberikan saya penjelasan bahwa Hijab dan Prilaku adalah dua hal yang berbeda. Menutupi aurat dengan menggunakan hijab adalah perintah Allah untuk memuliakan dan menjaga kehormatan wanita serta sebagai ciri wanita muslim, memakai hijab itu  hukumnya wajib untuk semua wanita. Jangan salahkan hijabnya jika ada yang menjaga aurat tetapi tidak bisa menjaga prilakunya,  tetapi prilakunya yang harus diperbaiki dengan menasehati secara baik-baik dan lemah-lembut. Lagi-lagi dia memberikan penjelasan dengan tidak memojokan siapa-siapa. Dengan pembawaan yang serius tapi santai dia membacakan salah satu ayat kepada saya tentang  perintah untuk memakai hijab yaitu surah Al-Azhab ayat 59. Dia juga menceritakan kisah-kisah wanita hebat pada zaman nabi, salah satunya mariyam. Bagaimana kisah seorang wanita yang sangat menjaga kesuciannya. Tanpa berfikir panjang akhirnya saya memutuskan untuk mantap berhijab. Bismillah, saya berhijab dan hijrah karena mu ya Allah. Walaupun ketika awal saya menggunakan hijab banyak yang tidak setuju apalagi dari keluarga yang melarang saya untuk berhijab, teman-teman dirumah, sahabat-sahabat saya seketika menjauh ketika mereka tau saya sudah mantap berhijab. Larangan keras dari keluarga dan sahabat-sahabat bukan halangan  untuk saya, justru itu yang membuat saya semakin mantap berhijab dan menjemput hijrah karena DIA.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16