Sajak_Kolaborasi

Disudut Senja

-Mutiara Senja

Ku terduduk
Menapaki pasir di riaknya ombak tak acuh
Dalam derap pecah buih putih yang berlarian
terdiam.

Bukan alam tak lagi bernyanyi
Namun, senja nampaknya tak lagi menerka
Bukan alam tak lagi menari
Namun, pesisir seolah pergi
begitu saja
Meninggalkan bekas luka jahit
Sesak..
Begitu sesak dada bernafas
Begitu sesak ombak berguling

Lagi
Ku terduduk
Dengan air mata di rajutan tanganmu

Ku sadari, paras ini tak lagi secantik kemarin
Karena sembab telah merebut posisi,
yang mana mutiara tak pernah berhenti di sana.
Katamu

Hanya dapat,
ku terduduk
Merapati jingga tak bermuara
Merapati senja yang tak lagi nyata
di sampingmu
-biasanya.

Ahh!
Lagi
Bernostalgia
dan terduduk

Haruskah sebegitu rumit?
rindu yang hanya bisa ku rapati dalam wadah tak bertempat
Menjadikanku anakan tanpa orang tua
-seolah

Dan bukit sebelah menjawabkan
Perihal rindu yang tak lagi berakar
Membuat diri menangis,
lagi
dan terduduk

~Syee Nee

Ku terduduk
Angin kecil menghembus lirih dibawah daun telinga
Merasuk melalui gendang dan kemudian, aku terpejam
Udara lalu-lalang bergantian, dan aku lalu pergi
Dibawah senja, daun itu jatuh pada setiap helai rambutmu
Kala itu

Abadi
Inginku abadi, tepat ketika matamu menyapaku
Beburungan berkicau tanda setuju
Dan pepohonan menari, mengiringi tumbuhnya kebahagiaan itu

Bahagia
Bahagia yang perlahan ku telan sendiri
Mengisi setiap kepasrahan hati
Tentang kehidupanmu disana
Baru ; bersamanya

Cukup!
Jangan melaknati diri
Semua masih sama, laila, tidak ada yang berubah, kecuali waktu dan tempat dimana kita saat ini berada

Kita telah berbeda

Tingkahmu menjelma api yang menyulut hati
Bergejolak menyelimuti
Lalu sekejap, mati!
Abu-abuku beterbangan mengikuti hasratnya
Bulan-bulan berlaluan dan dirimu benar menghilang
Ku  tak peduli!

Lantas.. perihal apa kini kau merindu?

-Mutiara Senja

Jangan mengurai luka lagi
Karena jahitan ini enggan tuk menambahi diri

Tak dapatkah kau membaca mataku
yang katanya selalu bisa kau tafsirkan
di sela-sela memori
Saat kau menambatkan tangan di jemariku

Baiklah..
Baru ku sadari
Kepergianmu telah memendamkan seluruh perasaan rindu tergenggam
Baru ku sadari
Tak ada lagi lingkup memori yang tergerai di celah kehidupanmu
-kini

Ternyata realita memang sudah lebih memilih diam
Agar ku sadari sendiri
tak kepedulianmu tlah merayapkan diri di atas pesisir

Bukan kecawa kataku
Tapi, rasa ini 
yang ku namai rindumu
Memang bukan arti apa-apa
Tak berbekas apa-apa
Tak bergores setitik pun

Terima kasih ..
tuk luka yang semakin menganga
tuk jahitan yang akhirnya harus tetap membuka

Terima kasih. .
untuk rindu yang tak pernah kau pahami
rindu yang akhirnya ku benamkan di bawah karang kehidupanku

~Syee Nee

Maaf laila, suratmu baru kubaca
Waktuku rapat, dan diriku tak sempat tuk membaca laluku semakin banyak

Luka itu terurai dengan sendirinya laila, beriringan ketika kau mulai dingin dan jauh dariku

Aku lebih dulu merasakan berharganya semua itu, kerinduan itu, kehangatan itu, kesempurnaan itu
Kenangan itu

Namun dirimu tetap saja dingin dan jauh
Menjadikannya beku dan acuh

aku selalu mengucap terima kasih
Untuk keputusanmu menjauh dan melupakanku,
Dengan begitu aku sadar bahwa pengharapanku untukmu adalah semu

Terima kasih untuk kenangan manis yang aku menyukai hal itu, untuk diceritakan, bahwa aku pernah ditinggalkan dalam ketidakpastian

Terima kasih untuk rindumu saat ini, namun maaf, koneksi diantara kita tak lagi padu,
Maaf, rindumu tak dapat lagi menjangkauku

Sebab kita akan selalu berbeda
Kau dengan penyesalanmu dan aku dengan keputusanmu
Keduanya berlawanan
Sebab kita tlah berbeda

Terimakasih

_Salam Literasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyusuri Jejak Kesehatan: Dari Tradisi ke Teknologi Modern

Medical Training CSSMoRA UIN JAKARTA 2025

TEMU REGIONAL 1 CSSMoRA NASIONAL