Bertemu Denganmu (Lagi)! Apa Maksud Tuhan?




oleh: LBM

                “Saya sudah sampai di lokasi” pesan dari driver uber yang sudah bersiap menunggu di depan pagar rumah.
Sudah beberapa minggu ini aku beralih status dari “anak kos” menjadi “anak PP (pulang-pergi)”. Masih ada urusan yang harus aku kerjakan sehingga aku harus bolak-balik ke rumah.
                Selama perjalanan menuju kampus, aku terus membuka handphone untuk mempelajari materi yang nanti akan aku presentasikan, sesekali menengok ke arah jalan sambil memikirkan sesuatu yang begitu saja terlintas di fikiranku. Kali ini, untuk kesekian kalinya, sosok lelaki itu lagi-lagi “numpang lewat”.
                “Hai hati! Bolehkah aku bercerita kepadamu? Sudah beberapa minggu ini aku tak bertemu dengannya. Aku selalu berdo’a kepada Tuhan kalau lelaki itu jodohku maka pertemukan kembali aku dengannya. Tetapi aku tak tau sekarang dia berada dimana.” bisikku kepada hati, teman paling setia untuk meluapkan segala rasa.
                Beberapa bulan lalu aku pernah bercerita kepada hati mengenai perasaan yang sama, dan beberapa menit setelah itu Tuhan langsung mempertemukan aku dengannya tepat di depan masjid yang berada di sekitar kampus. Aku langsung yakin bahwa kelak dia akan menjadi jodohku. Tetapi kali ini, keyakinanku berbeda.

“Tuhan memberikan suara agar aku mampu bersua untuk berdoa. Tuhan memberikan aku hati agar aku khusyu’ menggunakan seluruh perasaanku untuk menyebut segala harap. Tuhan memberikanku sebuah optimisme agar aku yakin bahwa Tuhan akan mengabulkannya. Namun, Tuhan juga memberikan sebuah keraguan atas do’a ku terhadap makhluknya agar aku menyadari bahwa belum saatnya do’aku untuknya.”
                Jam dinding di ruang kelas terus melajukan jarumnya. Perkuliahan hari ini telah selesai. Saatnya pulang ke rumah dengan tumpukan tugas yang sudah mengantri di dalam tas.
                Saat berada di dalam lift menuju lantai 1, aku berpapasan dengan lelaki itu, kita berada pada lift yang sama. Tak ada kontak mata, kontak suara, apalagi kontak fisik diantara kami. Lelaki itu hanya bersuara sesekali, itupun karena menyapa temanku yang  berada 450 tepat dari tempatku berdiri.
                Lelaki itu memakai baju hitam, sama sepertiku. “Jangan-jangan aku dan dia berjodoh” fikiran nakalku mulai melantur jauh.
                Entah mengapa setiap aku bercerita kepada hati tentang “dia”, Tuhan selalu menjawabnya. Keraguanku akannya seolah berubah kembali menjadi sebuah keyakinan. 

Keyakinan dan keraguan adalah sebuah perasaan hati yang selalu berdampingan. Kedua rasa itu bisa saja berganti. Tetapi mulai saat ini aku harus meyakinkan salah satu darinya, meyakinkan sebuah keraguan hingga aku meninggalkan ragu, atau meyakinkan segala keyakinan hingga aku tetap yakin. ”
(Tulisan ini dibuat oleh seseorang yang selalu menyediakan secarik lembar putih agar kelak  digoreskan tinta olehnya, 29 September 2017)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16