Pengorbanan Pembangunan : Perampasan Lahan Rakyat


Pembangunan merupakan salah satu aspek pokok dalam suatu tatanan negara. Tapi dari suatu bentuk pembangunan hal yang pertama kali dalam permasalahan pembangunan adalah adanya anggaran, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk pembangunan, namun dari sekian banyak program pemerintah tidak sedikit yang mengalami permasalahan dan terhambat pada masalah perizinan penggunaan lahan, banyak korporasi dan perusahaan memakai segala cara demi mendapatkan pemakaian lahan, sehingga dalam hal ini masyarakat sekitar pun menjadi pihak yang dirugikan. Terkadang dari proses pembangunan tersebut tak jarang ada perlawanan dari warga sekitar. Salah satunya permasalahan perampasan tanah oleh pihak pengembang pembangunan dari masyarakat setempat.
Manifestasi Konflik Pembangunan
Baru-baru ini beberapa kasus yang menggambarkan konflik keberlanjutan bagaimana perampasan tanah dilakukan oleh pihak korporasi baik dalam skala pembangunan maupun perkebunan yang mengorbankan kondisi lingkungan sekitar, banyak hutan yang dibakar habis, demi mendapatkan lahan untuk ditanami perkebunan sawit, banyak tanah dan sawah dibangun tembok pembatas sehingga masyarakat terbatas mengakses daerah tersebut dan sekarang pun perizinan itu pun ditanyakan. Dan bagaimana peran aparat hukum dan pemerintah dalam menegakkan hal itu. Contoh pembakaran hutan yang terjadi di wilayah sumatra dan kalimantan sangat merugikan banyak pihak kegiatan perekonomian terganggu karena kabut asap dimana-mana, kesehatan masyarakat terganggu.  Dan beberapa kasus pun melibatkan masyarakat adat dalam perampasan tanah ini yang digunakan dengan dalih sebuah pembangunan seperti pembangunan pabrik semen, pembuatan pulau reklamasi dan masih banyak lagi.
Perjuangan masyarakat adat dalam mempertahankan tanah leluhurnya dari kesewenangan pemerintah pun banyak yang dilakukan. Perempuan merupakan sebuah subjek yang melawan bentuk penindasan, ketidakadilan, eksploitasi dan perampasan hak masyarakat adat. Khususnya yang berdampak serius terhadap perempuan adat.  Tidak ketinggalan peran perempuan sebagai sebuah sosok dalam masyarakat yang mungkin disini masih banyak paradigma menganggap seorang perempuan itu lemah dan tidak mampu melawan, namun disini terbukti sebuah emansipasi, bukti bahwa perempuan dan laki-laki itu sejajar. Punya peran yang sama dalam memperjuangkan keadilan.
Kepentingan korporasi atau perusahaan yang membuka lahan memang adalah sebuah potensial perekonomian yang besar dan sebuah pembangunan pun digunakan sebagai senjata untuk sebuah proses itu yang jadi masalah adalah mana pihak yang akan dirugikan. Kembali lagi dan pasti adalah masyarakat setempat. Dampak yang timbul seperti pencemaran lingkungan, kekerasan, dan kesejahteraan masyarakat sekitar pun dipertanyakan.
Nilai Adat dan Istiadat yang tidak sesuai
Dalam sebuah nilai-nilai masyarakat adat disini sebuah budaya dan adat istiadat dijunjung tinggi di masyarakat. Sebuah kearifan lokal yang menjadi sebuah ketertarikan dan yang harus dijunjung di tanah mereka pun terabaikan oleh pemerintah, justru tak banyak dari kalangan pemerintah tidak memihak kepada kepentingan masyarakatnya sendiri dan malah berpihak pada kepentingan perusahaan atau pengembang.
Selanjutnya dari masyarakat di luar daerah yang terdampak dalam proses pembangunan yang tidak berkeadilan banyak yang mendukung dan membentuk aliansi untuk menolak pembangunan dan perampasan tanah tersebut. Contoh kasus yang masih hangat di tahun ini adalah penolakan petani di daerah pegunungan kendeng terhadap pembangunan pabrik semen. Mereka rela pergi ke jakarta dan berdemo di depan istana presiden untuk menolak pembangunan tersebut. Aksi yang mereka lakukan dengan mengecor kaki mereka dengan semen, sehingga menjadi simbol mereka terbelenggu oleh semen tersebut. Dan aksi ini sempat menjadi pemberitaan di media manapun.
Banyaknya petani di daerah kendeng yang dikenal juga pegunungan kapur, memang sangatlah mendukung dalam proses pembuatan semen yang membutuhkan bahan baku dari batuan kapur, tapi di kehidupan sebelumnya yang sebenarnya sudah hidup tentram dan damai dengan bertani, tapi semua seolah terganggu dengan pembangunan dan perampasan lahan ini, dan dikarenakan kebijakan pemerintah gubernur yang tidak pro dengan masyarakat kendeng. Masyarakat adat daerah kendeng pun terutama salah satu suku daerah di kawasan pati yakni suku samin pun memiliki pandangan dalam pembangunan  mereka beranggapan bahwa pembangunan pabrik semen akan mengancam pertanian dan mata air di kawasan dibangunnya pabrik semen tapi kemudian masyarakat samin memenangkan gugatan MA sehingga pembangunan semen pun dipindahkan ke Rembang. Puncak perlawanan pada bulan Maret lalu aksi mengecor kaki kedua kali dan perjuangan perlawanan ini dilakukan hampir sebulan.
Mengekspansi untuk Kebutuhan
Dalam aspek pengembangan perkebunan perkebunan kasus ini banyak terjadi di daerah Sumatra dan Kalimantan perkebunan yang dibangun adalah perkebunan sawit, karena banyak sekali olahan minyak sawit yang dibutuhkan oleh banyak industri mulai dari kebutuhan pangan sampai bahan-bahan obat dan kosmetik. Banyak pemberitaan yang memberitakan tentang banyak pelanggaran HAM dalam proses pembukaan lahan perkebunan. Di daerah Sumatra Utara terjadi sengketa tanah antara perusahaan dan 806 warga di lima kecamatan di Tapanuli Tengah karena pembukaan kebun sawit merampas tanah warga setempat, namun usaha pengembalian tanah mereka justru berujung dengan intimidasi dari sejumlah pihak.
Ekspansi perkebunan sawit dari mulai sumatra, kalimantan, sulawesi, hingga papua sudah benar-benar buruk dan menggambarkan pemerintah daerah yang tidak bijak, dan hanya haus dengan uang dan devisa dengan mengabaikan keberlanjutan lingkungan sekitar daerah tersebut. Dengan membuka lahan baru berarti menghilangkan hutan yang ada, dengan hilangnya hutan maka keaneragaman hayati hutan pun hilang, banyak hewan-hewan liar yang kehilangan tempat tinggal karena kerakusan dari pihak korporasi dan sedangkan masyarakat sekitar bagaimana? Masyarakat sekitar hanya menjadi buruh perkebunan di tanahnya sendiri. Kondisi yang sangat ironi di negeri ini, yang sudah merdeka 71 tahun namun masih banyak pelanggaran HAM yang terjadi. Dan pemerintah daerah seolah menutup mata dan telinga mereka atas konflik yang telah terjadi. Dan bagaimana aparat keamanan seperti polisi dan tentara? Ya, siapa yang mampu membayar lebih mereka maka dialah yang mendapat pembelaan, dan lagi-lagi masyarakat pun tertindas dengan orang indonesia sendiri, seolah negeri ini dijajah lagi oleh korporasi dan perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan semata mereka. Dan jika mereka mempunyai program sosial untuk masyarakat sekitar, itu hanya topeng yang mereka manfaatkan untuk menyembunyikan kelicikan mereka.
Seperti kata Bung Karno “Pada jamanku lebih mudah karena musuhku adalah penjajah/kolonialisme tapi pada jaman kalian lebih sulit karena musuh kalian adalah bangsa sendiri” memang perampasan lahan ini semacam bentuk kolonialisme namun dalam kemasan yang berbeda, rakyat dijadikan sebagai objek yang ditindas dan tidak diberikan keadilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16