Selamat hari ibu
Ibu, terlalu sederhana jika perjuangannya harus kutulis dalam kata.
Terlalu singkat jika harus kuucap dalam cerita.
Terlalu sedikit jika harus kuketik dalam naskah.
Jika kau ingin tahu siapa yang membentuk sosok dan jiwaku? Datanglah ke rumah.
Jika kau ingin tahu siapa yang membangunku, membuatku kuat seperti ini? Datanglah ke rumah.
Jika kau ingin tahu siapa yang mendidikku untuk menghormati wanita dan sesama? Datanglah ke rumah.
Jika kau ingin tahu siapa yang meridhoimu masuk ke duniaku? Datanglah ke rumah.
Akan kau temui sesosok wanita renta berwajah bercahaya.
Mengenakan pakaian dan daster seadanya.
Tersenyum begitu indahnya kala kusapa -senyummu mungkin masih kalah hai bidadarku.
Berkata begitu lembutnya.
Memeluk begitu hangatnya.
Dan yang terpenting.
Masakannya.
Membuatku rindu kala kembali ke ibukota.
Oh masakan terbaik di dunia?
Tentu masakan ibuku.
Dan masakanmu -bidadariku, nanti.
Bahkan sesederhana sebongkah tempe saja.
Rasanya mengalahkan Chicken Parmigiana.
Sesederhana tahu goreng saja.
Lezatnya mengalahkan Tortellini, bahkan Lasagna.
Rasanya masakan ibu, dan masakanmu, lebih lezat dari masakan rumah padang.
Oh tentu, lebih lezat dari masakan warteg tongkrongan.
Barang tentu, lebih lezat dari masakan Italia
Dan tentu, lebih lezat dari masakan mana saja.
Aku kira hari ibu hanya event sehari, lalu terlupa.
Aku kira hari ayah, hanya penanggalan saja.
Karena setiap hari, adalah hari mereka.
Tanpa kasih sayang nyata, takkan lahir sosok tangguh berani melawan dunia.
Kata ibu diujung telepon ;
Itu kata terindah yang pernah mas ucapkan, terima kasih mas.
Ah bu, kukira kata takkan mewakili rasa cinta dan syukur karena memiliki malaikat sepertimu.
Tidak.Tidak akan pernah terwakili dengan kata apapun.
Bukankah sudah kutulis di bait pertama?
Komentar
Posting Komentar