Sebab Tuan Harus Berhenti Bersajak




Sepertinya goresan kata ini harus kuakhiri, pena harus diletakkan.
Sebab sajak tentangmu telah kurampungkan.

Apakah sekarang waktunya?
Mengganti sajak tentangmu dengan sajak yang lain?

Sebab telaga sajakku telah mengering.
Mengakhiri hidup pepohonan hijau disekitarnya.
Pohon tempat kugantungkan harapan, tak lagi berdaun, berbuah.
Daun tempatku menulis seribu doa.
Buah tempatku menyimpan cadangan harapan.
Dan hawanya yang menyejukkan.
Semua kering.
Yang tersisa hanya keringnya batang pohon berwarna coklat.
Dan nafas yang tercekat.

Sajakku telah mati, tak bernyawa lagi.
Semenjak kepergianmu, bidadariku.

Lampu telah mati.
Nyala lilin telah padam.
Sajak tentangmu sudah berakhir.

Apa yang tak berakhir?
Tentu, sejarah dan sajakmu yang abadi -semoga.
Dan, rasa sayangku padamu.

Meski semua telah usai dan sajak telah ditutup.
Nyatanya masih ada sisa api rindu di tungku.
Masih ada sisa api cinta di sebatang rokok.

Aku tak berani menyiram tungku dengan air.
Aku tak berani menghisap sisa api rokok diatas asbak.
Sudah, biarkan angin yang memadamkan.

Dan biarkan aku berlalu dengan pelbagai doa harapan.
Semoga kau bahagia, dinda..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidur Berkualitas: Fondasi Kesehatan dan Produktivitas

Cara Sederhana Mencegah Penyakit Menular di Lingkungan Kampus

Pengaruh Keberadaan Ruang Interaksi Komunitas Universitas (RIKU) terhadap Kesehatan Mental