Kembali, menjadi Diri Sendiri



Oleh: Ismatuz Zulfa*



Judul               : Titik Balik
Penulis             : Rani Rachmani Moediarta
Penerbit           : Exchange
Cetakan           : pertama, Juni 2015
Tebal               : 276 hal
Harga              : Rp 59.000,-


Bosan dan kecewa dengan kehidupan serta pekerjaan yang tengah dilakoninya, Rani mengambil cuti panjang. Menghabiskan semua cuti yang belum pernah ia gunakan selama dua tahun lebih bekerja di perusahaan media internasional ternama (hal 16-22). Cuti dua minggu ia habiskan dengan berkeliling belahan timur kepulauan Nusa Tenggara pada minggu pertama dan menyendiri di pulau kecil Kepa, sebelah barat perairan Alor di sisa waktu cutinya (hal 23-24).
Di pulau Kepa itu, Rani menemukan tempatnya. Rasa nyaman sama seperti yang pernah dirasakannya semasa kecil di tepi sungai kapuas, Kalimantan Barat (hal 26). Saat sedang tiduran dan hendak memejamkan mata di depan jalan masuk pondok, Rani dikejutkan oleh seseorang yang kemudian ia sebut Avatar—karena ia lupa nama panjang dan aneh yang disebutkannya—yang tanpa disadarinya sedang membaca buku dengan santai di ayunan tidur sebelahnya. Meski asing, ia tak tampak mencurigakan. Jiwa jurnalis Rani dan sambutan Avatar yang hangat, membuat Rani cepat akrab dengan Avatar (hal 27-29).
Pertemuan Rani dengan Avatar membuka ingatan Rani tentang masa kecilnya. Ia dengan mudah menceritakan masa lalunya saat masih berada di tengah pulau besar Kalimantan. Hidup di antara masyarakat tanpa kehadiran ayah. Ia terpisah dengan ayahnya bahkan sebelum ia melihat dunia. Sang ibu pun hanya menemaninya hingga usia kelas tiga Sekolah Dasar. Dua orang tuanya pergi untuk menemani pasangannya masing-masing (hal 51-53).
Namun Rani sungguh tiada bermasalah atas keputusan kedua orang tuanya. Ia tidak menyalahkan. Ia malah bersyukur berada di tengah-tengah masyarakat multikultural yang sama sekali tak ada hubungan darah dengannya. Mereka sangat terbuka menerima Rani, penerimaan sempurna tanpa syarat. Rani menjadi anak dari keluarga-keluarga di sana. Saat itu ia tinggal dengan pak Manan, lelaki Bugis yang beristrikan wanita Sunda, bi Siti. Ia terampil melakukan berbagai pekerjaan dari kebiasaan membantu teman-temannya tanpa menganggapnya sebagai kewajiban (hal 57-59).
Rani pun mendapatkan seseorang  yang ingin menjadi abangnya, Yayang, tanpa ia minta. Yayang menjadi sumber pengalaman bagi Rani (hal 61-66 dan 111-118). Rani juga sangat dekat wanita dewasa selain bi Siti, yaitu kak Diah, wanita yang memberinya pemahaman mengenai seks yang mungkin tidak pernah diajarkan oleh banyak orang tua pada anaknya (hal 90-96). Rani memang tidak berada dalam lingkungan kaya, namun semua yang ia butuhkan telah terhampar di sekelilingnya. Kejadian demi kejadian yang dialami Rani semasa kecil bak surga yang dilimpahkan oleh Tuhan untuknya.
Di sela-sela cerita Rani, Avatar selalu menanggapi penuturan Rani dengan sejumlah kebijakan hidup. Pelajaran yang dipaparkan Avatar itu ternyata tak jauh beda dari pengalaman Rani sendiri, apa yang telah ia lakukan, yang pernah ia dapatkan dari pelatihan, buku, atau seminar. Ia seringkali mengingat dan mencocokkan penjelasan Avatar dengan segudang pemikiran dalam ingatannya. Tentang jaring-jaring kehidupan, mengenai keyakinan dalam menjalani kehidupan. Tentang keberuntungan, ketika seseorang mau memerhatikan keberuntungan yang dialaminya, maka keberuntungan lain akan makin sering terjadi pada kehidupannya (hal 123-130). Tentang dasar pembentuk diri, hidup, kehidupan manusia, dan alam seisinya (hal 142-152).
Di akhir ceritanya, Rani akhirnya mengungkapkan pangkal masalah yang dihadapinya pada Avatar. Masalah yang membuatnya terbang dari kota ke pulau kecil Kepa. Suatu kebetulan mengantarkan Rani pada pilihan untuk tinggal bersama ayahnya di Jawa agar dapat melanjutkan sekolah. Tetapi, ia malah mengalami guncangan pikiran dan perasaan akibat keadaan yang berlawanan dengan kondisi di tengah Kalimantan. Perbedaan budaya, perasaaan, serta pemikiran (hal 218-224). Puncak guncangan ia alami saat ia hendak dinikahkan dengan Rajul, teman kuliahnya yang merupakan anak kyai besar. Sayangnya ia sendiri tidak merasakan keriangan dan kenyamanan menjadi diri sendiri saat bersama Rajul (hal 225-235).
Dari Avatar, Rani akhirnya mampu mengurai dan menyelesaikan masalahnya. Ia hanya perlu memahami dan menjadi diri sendiri, ikut menikmati dan bermain di aliran air tanpa melawan arus sungai. Ketika Rani mencari siapa sebenarnya Avatar—karena belum tahu pasti nama dan alamatnya—ia tidak dapat menemukan jejaknya. Bahkan penuturan penjaga pondok menyangkal keberadaan Avatar di pondok pulau Kepa (hal 260-261). Avatar menjadi pencerah yang misterius wujudnya.
Alur yang digunakan santai tapi seru dan menyenangkan, dengan bahasa yang tidak keterlaluan tinggi untuk buku yang berbau filsafat, pesan cerita dapat dipahami. Kelihaian Rani dalam meramu pengalaman pribadi menjadi bulir-bulir cerita agar dapat dinikmati dengan nyaman dan mungkin pula dipraktikkan dalam kehidupan memang sangat menakjubkan. Novel ini seperti buku motivasi dalam menjalani kehidupan, tapi bukan buku motivasi abal-abalan. Beruntunglah Anda jika menyempatkan waktu untuk membaca Titik Balik ini.

*Penikmat sastra dan musik dari pesisir Pati




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Magis Fajar Di Ufuk Timur

Milad CSSMoRA UIN Jakarta Ke-16