Tahta Selanjutnya pun Muncul
Kami
yang Lahir Telat
Kuawali cerita pada malam yang
lalu berkumpul bersuara berbicara “siapa kita?” Pemimpin segera turun tahta
namun penggatinya tak kunjung ada. Tunjuk menunjuk saling memberi nama dan
angkat bicara, namun tiada yang berani mengangkat tangannya sendiri. “Dia lebih
amanah, dia bisa mengayomi, dia tegas, yang itu jiwa sosialnya tinggi”. Sejam
dua jam pemimpin gusar melihat penerusnya, Mau dibawa kemana yang katanya rumah
keluarga. Sehari dua hari, kami nanti dengan jidat mengeriput, dua sejoli
saling serasi dua ksatria calon pemimpin kami, akhirnya mengajukan diri.
“Syukurlah masih
ada yang mengurus rumah” tuturku lirih. Subuh menjelma menjadi waktu emas,
katanya efektif untuk memperkenalkan diri “visi misi saya, program kerja,
menurut saya”
Tim yang hanya
berani mensukseskan calonnya mulai berebut panggung, tak kenal sekitar, tak
kenal teman atau lawan, tak tahu tempat tak tahu saingan sehat atau mulai
menghujat
Berbondong-bondong menyaksikan
debat dua orang hebat, untuk menentukan pilihan agar bisa melesat. Coblos !!
dengan yakin pakuku arahkan dada pilihan. Dag dig dug, calon pemimpin kami
segera lahir, tiap lima suara di silang, tiap saksi dan teman menyaksikan. Surat
suara tinggal satu dan posisi hanya
berjarak sekepala, pelan dibuka, dilihat nomor berapa yang bolong, akan
sangat riskan tatkala suara jatuh ke lawan tertinggal,Menjadi imbang dan ketua
kami kembali tertunda kelahiranya. “Sah !!” satu suara jatuh ke lawan atas,
jarak menjadi dua dan penantian kami tak sia.Merah merekah senyum kami,
bersorak berteriak berjingkrak, sebagian mengangguk menandakan amanah takkan
jatuh pada tangan yang salah.
Bimbang, hampa dan tak tau harus
bagaimana pemimpin baru memberikan sambutan perdana di depan keluarga. Tak
sabar rasanya, segera ku kabarkan pada seantero keluarga “pemimpin sudah ada,
pemimpinnya perempuan, kami menang!!” Kemudian Sunyi, karena kelelahan
menikmati euforia demokrasi.
Komentar
Posting Komentar