Diam, Memandang
Perjalanan bisa saja berulang dua, tiga, empat, bahkan sampai beberapa kali. Karib teman perjalanan bisa saja kembali dengan orang yang sama lima, enam, tujuh, bahkan sampai banyak kali. Tempat tujuan perjalanan bisa saja serupa delapan, sembilan, sepuluh bahkan sampai sekian kali. Lantas apa yang membuat perjalanan satu dengan yang kesekian itu berbeda? Ya, cerita yang kau sampaikan kepada mereka. Bahkan bingung saat menulis mau dimulai dari mana, semuanya dirasa menarik, dirasanya. menempelkan tangan ke jendela dengan membentuk setengah lingkaran kemudian menerawang keluar kaca. Oranye, putih, berkilau, hitam, gelap, samar samar. Panorama malam hari yang selalu mengundang untuk diterka bagaimana kehidupan siang harinya. pemukiman padat yang hanya terlihat atap dan beberapa pekarangan rumah yang watt lampunya lebih tinggi.
Sembari mendengarkan musik dan ikut bernyanyi namun sedari tadi salah lirik, sesekali menoleh kanan kiri melempar senyum kepada wajah wajah baru dalam kedua kalinya perjalanan. setiap perjalanan selalu dengan ceritanya sendiri, selalu dengan kesannya sendiri, selalu dengan hikmahnya sendiri. Mereka terbatas dalam menerka bahwa akan bertemu dengan manusia yang dari bahasa saja sudah berbeda, tidak pernah sampai dalam terawang masa depan mereka perjalanan sejauh Jogja dalam satu gerbong yang sama. Satu alasan mereka mampu bersua, ya dengan latar belakang yang sama, sama sama merasakan sesaknya menahan rindu, susahnya bersampai kasih dengan kerabat kerabat terdekat bahkan orangtua sendiri. kadang didengar orang orang menyebutnya sebagai penjara suci, entah siapa yang menyinkronkan 2 kata itu dengan 2 kata lainnya yaitu pondok pesantren. Tempat dimana tidak ada sekat antara ekonomi menengah kebawah dan ekonomi menengah keatas, tempat dimana tidak ada gap antara si coklat tua dengan si kuning langsat. Dari terawang jendela tidak terlihat bintang, hanya nampak titik titik air yang ditinggalkan oleh hujan yang dibuat kering oleh kencangnya kereta melaju seakan mengerti besar keinginan mereka cepat sampai ke tujuan dan bertemu dengan kawan lama mereka, cerita lama mereka, nostalgia mereka.
Izinkan mereka memanfaatkan ajang pembinaan nasional itu sebagai temu kangen. Setidaknya sedikit banyak mereka bisa membebaskan rindu yang terbelenggu walau belum seluruhnya. Masih menempelkan dahi ke kaca dan menerawang malam yang semakin larut, semakin larut semakin banyak fikiran yang mengawang di kepala. Semakin mengawang dikepala semakin besar rasa syukur itu bisa sampai disini, bersama dengan mereka para santri penerima beasiswa lainnya. Percayalah bahwa doa yang mendorong mereka sampai sejauh ini, percayalah bahwa usaha yang mereka lakukan berbanding lurus hasil yang mereka dapatkan. Terakhir dari suatu perjalanan, petik hikmahnya :) .
Sembari mendengarkan musik dan ikut bernyanyi namun sedari tadi salah lirik, sesekali menoleh kanan kiri melempar senyum kepada wajah wajah baru dalam kedua kalinya perjalanan. setiap perjalanan selalu dengan ceritanya sendiri, selalu dengan kesannya sendiri, selalu dengan hikmahnya sendiri. Mereka terbatas dalam menerka bahwa akan bertemu dengan manusia yang dari bahasa saja sudah berbeda, tidak pernah sampai dalam terawang masa depan mereka perjalanan sejauh Jogja dalam satu gerbong yang sama. Satu alasan mereka mampu bersua, ya dengan latar belakang yang sama, sama sama merasakan sesaknya menahan rindu, susahnya bersampai kasih dengan kerabat kerabat terdekat bahkan orangtua sendiri. kadang didengar orang orang menyebutnya sebagai penjara suci, entah siapa yang menyinkronkan 2 kata itu dengan 2 kata lainnya yaitu pondok pesantren. Tempat dimana tidak ada sekat antara ekonomi menengah kebawah dan ekonomi menengah keatas, tempat dimana tidak ada gap antara si coklat tua dengan si kuning langsat. Dari terawang jendela tidak terlihat bintang, hanya nampak titik titik air yang ditinggalkan oleh hujan yang dibuat kering oleh kencangnya kereta melaju seakan mengerti besar keinginan mereka cepat sampai ke tujuan dan bertemu dengan kawan lama mereka, cerita lama mereka, nostalgia mereka.
Izinkan mereka memanfaatkan ajang pembinaan nasional itu sebagai temu kangen. Setidaknya sedikit banyak mereka bisa membebaskan rindu yang terbelenggu walau belum seluruhnya. Masih menempelkan dahi ke kaca dan menerawang malam yang semakin larut, semakin larut semakin banyak fikiran yang mengawang di kepala. Semakin mengawang dikepala semakin besar rasa syukur itu bisa sampai disini, bersama dengan mereka para santri penerima beasiswa lainnya. Percayalah bahwa doa yang mendorong mereka sampai sejauh ini, percayalah bahwa usaha yang mereka lakukan berbanding lurus hasil yang mereka dapatkan. Terakhir dari suatu perjalanan, petik hikmahnya :) .
sugoi. semoga ada karya karya yang lebih sugoi kedepannya. tingkatkan !
BalasHapus