Api Pemicu
by: Fakhrul Firdaus
Di detik detik akhir hari penuh berkah yang seakan
menjadi sebuah rutinitas biasa - entah guyuran air apa yang sedang tersiram
dalam kepala ini. Membuka cakrawala pemikiran jauh terlempar menyusuri lembaran
tokoh yang dikenal beberapa tahun silam. Sebuah risalah kehidupan dan prosa –
prosa yang terlihat sangat indah jika dibayangkan bak hamparan taman bunga
yang terbingkai rapi dengan sungai dan pepohonan rindang lengkap dengan kupu –
kupu yang asik kesana kemari. Membacanya saja membuat jiwa ini terbang berhalusinasi
ke alam kebahagiaan, Ah andai hidup
selurus itu.
Tetapi semakin tajam mata ini
melihat dan mulut ini berucap kata demi kata yang tertulis rapi dalam layar
berukuran 14 inci, membangunkan hati ini bahwa di dalam kehidupan yang
dikisahkan itu terselip perjuangan penuh makna yang membangun seorang insan
dalam segala kekurangannya. Sebuah nilai yang diadopsi bersamaan dengan
jalannya sebuah lingkaran yang masih asing dengan berbagai pembahasannya. Ya,
begitulah malam itu. Malam ketika muncul sedikit letupan – letupan api biru
yang didampingi ketukan – ketukan lembut tapi tegas diatas kulit yang dikaitkan
dengan sebuah kayu bundar. Api yang nantinya akan berbagi penerangan di negeri
yang masih dibingungkan dengan isu – isu yang tiada solusi dan penyelesaiaan.
Begitu banyak isi dalam kepala ini
hingga tak tau lagi mulai dari mana mengumpulkan dan merapikannya, seperti
dedaunan yang jatuh dan berserakan menunggu tertiup angin atau bahkan hilang
tersapu. Satu kalimat terlintas singkat dalam pikiran “jam dinding terus
berdetak, jika tubuh ini tidak dapat mengikuti iramanya maka bersiaplah untuk
tertinggal oleh jarum jam”
Komentar
Posting Komentar